Lingkungan Sekolah Yang Kondusif
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pendidikan merupakan unsur penting dalam
menentukan kemajuan suatu bangsa dan negara. Berdasarkan Sisdiknas Nomor 20
Tahun 2003 (2006: 2), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Peran seorang guru pada pengelolaan
kelas sangat penting dalam menciptakan lingkungan kelas yang tertib dan
kondusif dan suasana pembelajaran yang menarik.Pengelolaan kelas merupakan
suatu tindakan yang menunjukan kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan
dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses
belajar- mengajar. Tindakan optimal yang dilakukan guru dalam melakukan
kegiatan pengelolaan kelas bukanlah tindakan yang imaginatif semata-mata
akan tetapi memerlukan kegiatan yang sistematik berdasarkan langkah-Iangkah
bagaimana seharusnya kegiatan itu dilakukan. Jadi prosedur pengelolaan
kelas merupakan langkah-langkah bagaimana kegiatan pengelolaan kelas
dilakukan untuk terciptanya kondisi belajar yang optimal
serta rnempetahankan kondisi tersebut agar proses belajar mengajar dapat
berlangsung secara efektif dan efesien. Menurut Milan Rianto(2007:1),
tingkat keberhasilan pembelajaran amat ditentukan oleh kondisi yang
terbangun selama pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang semakin kondusif,
maka tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajarnya akan semakin tinggi
dansebaliknya. Atau terciptanya kondisi pembelajaran yang efektif akan
menjadikan proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien dan
peserta didik berhasil dalam mewujudkan tujuan/kompetensi yang diharapkan
sebagai dampaknya. Menurut Reigeluth (1983) dalam Milan Rianto(2007:1),
hasil belajar peserta didik yang efektif, efisien dan mempunyai daya tarik
dipengaruhi oleh kondisi pembelajaran.Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis
menyimpulkan bahwa kondisi pembelajaran yang kondusif akan berbanding lurus
dengan hasil peerolehan sisiwa pada materi yang diberikan.
Kendatipun demikian, pendidik perlu
berupaya bagaimana menciptakan kondisi yang kondusif, menyenangkan,
menantang, sehingga materi ajar yang disajikan dapat
mengintervensi kompetensi yang diharapkan dalam diri peserta didik.
Melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang berlangsung dalam kondisi
yang menyenangkan akan berpeluang bagi peserta didik untuk dapat mengungkap
arti dan makna yang berbeda atas interpretasinya terhadap obyek, materi
yang tersajikan. Untuk menciptakan kondisi tersebut, pendidik pada umumnya
perlu melakukan pengelolaan terhadap sarana dan prasarana kelas yang tersedia
serta mencegah dan/atau mengendalikan timbulnya perilaku peserta didik
yang mengganggu aktivitas selama proses pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas
jelaslah bahwa guru merupakan kunci keberhasilan dalam pengelolaan proses
belajar mengajar, sehingga sudah seharusnya guru harus memiliki kemampuan
profesional termasuk kemampuan memanajemeni kelas agar dapat tercipta suatu
lingkungan belajar yang kondusif di dalam kelas. Maka dalam makalah ini akan
membahas mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk menciptakan suatu kondisi
lingkungan yang kondusif namun dibatasi pada permasalahan yang timbul dari
tindakan siswa.
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimana
pengertian dan definisi lingkungan sekolah yang kondusif?
2.
Bagaimana teori
para ahli tentang lingkungan sekolah yang kondusif?
3.
Bagaimana
pengaruh positif dan pengaruh negative lingkungan sekolah yang kondusif?
4.
Bagaimana cara
penerapan dalam pendidikan tentang lingkungan sekolah yang kondusif?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian dan definisi lingkungan sekolah yang kondusif
2.
Untuk mengetahui
para ahli tentang lingkungan sekolah yang kondusif
3.
Untuk mengetahui
pengaruh positif dan pengaruh negative lingkungan sekolah yang kondusif
4.
Untuk mengetahui
cara menerapkan dalam pendidikan tentang lingkungan sekolah yang kondusif
BAB II
Pembahasan
A.
Pengertian dan definisi lingkungan sekolah yang
kondusif
1.
Lingkungan
Menurut Rachmat Mulyana (dalam hamza b. uno google
scholar) Kondisi lingkungan
global dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini dipiculeh ulah manusia yang mengekploitasi
sumberdaya alam dan lingkungan tanpa batas. Berkaitan dengan perilaku manusia
terhadap kondisi sumberdaya alam dan lingkungan yang cenderung tidak peduli,
maka mengubah perilaku menjadi prioritas utama dalam mengatasi krisis
lingkungan. Menurut Arne Naess, yang juga seorang ahli ekologi, mengungkapkan bahwa
krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara
pandang dan perilaku manusia terhadap alam yang fundamental dan radikal (Sony
Keraf, 2002). Salah satu cara dalam upaya mengubah perilaku adalah melalui
jalur pendidikan.
Sekolah
merupakan salah satu komponen utama dalam kehidupan seorang anak selain
keluarga dan lingkungan sekitar mereka. Secara umum sekolah merupakan tempat
dimana seorang anak distimulasi untuk belajar di bawah pengawasan guru. Sekolah
juga tempat yang signifikan bagi siswa dalam tahap perkembangannya dan
merupakan sebuah lingkungan sosial yang berpengaruh bagi kehidupan mereka.
Sehubungan dengan hal tersebut, penanaman kepedulian terhadap kelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan dilingkungan sekolah perlu dilakukan sejak dini
agar terbentuk rasa menghargai, memiliki dan memelihara sumberdaya alam pada
diri siswa-siswi.
Melalui
proses belajar mengajar yang bermuatan pendidikan lingkungan hidup, penyediaan
lingkungan sekolah yang asri dan ditunjang dengan fasilitas sekolah yang
memungkinkan atau menunjang kearah
menyadarkan, mengarahkan dan membimbing siswa menuju terbentuknya etika
lingkungan.[1]
2.
Pengertian
Lingkungan Belajar
Menurut
Hamza b. uno (2016 : 6) lingkungan belajar, bagaimanapun pentaanya, di
maksudkan agar anak mau dan mudah belajar. Salah satu karakteristik dalam
penataan lingkungan seperti ini dengan melibatkan mereka sebagai subjek yang
belajar. Pelibtan mereka membawa implikasi yang besar karena terkandung suatu
pemikiran reformatif tentang bagaimana memperlakukan siswa atau mahasiswa
sehingga tercipta belajar dalam dirinya.[2]
Menurut Supriadi (2017) Lingkungan belajar ialah
segala sesuatu yang terdapat di tempat belajar Hutabarat (1986). Sedangkan
Nasution (1993), membagi lingkungan belajar menjadi dua yaitu lingkungan alami
dan lingkungan sosial. Lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembaban udara,
sedangkan lingkungan sosial dapat berwujud manusia dan representatifnya maupun
berwujud hal-hal lain. Prestasi belajar itu salah satunya dipengaruhi oleh
lingkungan belajar. Menurut Dunn dan Dunn (dalam Mudhofir, 1999) kondisi
belajar dapat mempengaruhi konsentrasi, pencerapan, dan penerimaan informasi.
Senada dengan hal di atas Rachman (1998/1999) menyatakan lingkungan fisik
tembat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa lingkungan belajar
berpengaruh terhadap hasil belajar.
Belajar adalah kegiatan yang memerlukan konsentrasi
tinggi. Tempat dan lingkungan belajar yang nyaman akan memudahkan peserta didik
untuk berkonsentrasi. Dengan mempersiapkan lingkungan yang tepat, peserta didik
akan mendapatkan hasil yang lebih baik dan dapat menikmati proses belajar yang
peserta didik lakukan.
Menata lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan
pengelolaan lingkungan belajar. Aktivitas pembelajar dalam menata lingkungan
belajar lebih terkonsentrasi pada pengelolaan lingkungan belajar di dalam
kelas. Oleh karena itu pembelajar/guru dalam melakukan penataan lingkungan
belajar di kelas tiada lain melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau
manajemen kelas (classroom management). Menurut Rianto (2007:1), pengelolaan
kelas merupakan upaya pendidik untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi
belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan,
sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal.[3]
3.
Pengertian Menciptakan Lingkungan Belajar
Menurut umi yuli(2013)
Menciptakan lingkungan belajar pada
hakekatnya melakukan pengelolaan terhadap lingkungan belajar. Aktivitas guru
dalam menata dan atau menciptakan lingkungan belajar lebih terkonsentrasi pada
pengelolaan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu, guru dalam
melakukan penciptaan lingkungan belajar di kelas tiada lain melakukan aktivitas
pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom management). Menurut Milan
Rianto (2007:1), pengelolaan kelas merupakan upaya pendidik untuk menciptakan
dan mengendalikan kondisi belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan
dan/atau penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara
optimal.
Optimalisasi proses pembelajaran menunjukan bahwa
keterlaksanaan serangkaian kegiatan pembelajaran (instructional activities)
yang sengaja direkayasa oleh pendidik dapat berlangsung secara efektif dan
efisien dalam memfasilitasi peserta didik sampai dapat meraih hasil belajar
sesuai harapan. Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata
lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang siswa dalam
pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan fisik kelas, pengaturan
ruangan, pengelolaan siswa dan pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan
lain sebagainya. Oleh karena itu dapat ditegaskan lebih lanjut bahwa secara
fisik lingkungan belajar harus menarik dan mampu membangkitkan gairah belajar
serta menghadirkan suasana yang nyaman untuk belajar. Kelas belajar harus
bersih, tempat duduk di tata sedemikia rupa agar anak bisa melakukan aktivitas
belajar dengan bebas. Dinding kelas di cat berwarna sejuk, terpampang
gambar-gambar atau foto yang mendukung kegiatan belajar seperti gambar
pahlawan, lambang negara, presiden dan wakil presiden, kebersihan lingkungan,
famlet narkoba, dan sebagainya.
4.
Pengertian
Lingkungan Kondusif
Secara umum lingkungan belajar itu dapat berupa
lingkungan belajar di sekolah atau di kampus dan di lingkungan rumah. Siswa
akan dapat belajar dengan baik hanya dalam suasana belajar yang kondusif. Yaitu
suasana yang mendukung terlaksananya proses belajar yang nyaman dan
menyenangkan. Diyakini bahwa, proses belajar yang kondusif ini akan
menghantarkan siswa pada hasil belajar yang optimal.
Suasana belajar yang kondusif memungkinkan siswa
dapat memusatkan pikiran dan perhatian kepada apa yang sedang dipelajari.
Sebaliknya, suasana belajar yang tidak nyaman dan membosankan akan membuat
kosentrasi belajar siswa terganggu. Jangan harap hasil belajar yang optimal
akan dapat diwujudkan. Kegiatan belajar dari menit ke menit hanya akan
menghabiskan waktu alokasi pembelajarn dan berakhir jika sudah berbunyi bel
pergantian jam pelajaran.
Ada 2 faktor penentu tercipta atau tidaknya suasana
belajar yang kondusif. Pertama, suasana dalam kelas. Guru menjadi pihak yang
paling bertanggung jawab dalam pengelolaan pembelajaran di ruang kelas.
Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan sangat menentukan kondusif atau
tidaknya suasana belajar. Kemudian bagaimana guru menguasai situasi belajar
siswa. Guru tidak hanya perlu menguasai materi pelajaran, namun yang lebih
penting adalah mampu menguasai dinamika kelas yang dihuni oleh berbagai sifat
dan watak siswa. Jika guru tidak mampu menguasai dinamika kelas,
suasana kelas akan gaduh dan ribut oleh sikap dan perbuatan siswa yang beraneka
ragam.
Faktor kedua, lingkungan di sekitar kelas atau
sekolah. Suasana belajar yang kondusif akan tercipta apabila didukung suasana
yang nyaman dan tentram di sekitar kelas atau sekolah. Lokasi sekolah yang
berada terlalu dekat dengan keramaian, seperti; pasar, pinggiran jalan raya
atau pabrik cenderung mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar. Tidak hanya
persoalan bunyi, bau tak sedap pun dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa
dalam belajar. Sekolah yang berada terlalu dekat dengan areal peternakan atau
perkebunan karet misalnya, akan membuat suasana belajar menjadi tidak kondusif.
Jadi, pembelajaran yang baik akan tercipta apabila
kondisi kelas dan sekitarnya kondusif. kondisi yang kondusif ini akan dapat
tercapai apabila suasana di ruang kelas dan di lingkungan sekitarnya, mendukung
terlaksananya proses belajar siswa.
5. Permasalahan
dalam mewujudkan Lingkungan belajar yang kondusif
Raka
Joni dalam Mulyadi mengemukakan masalah pengelolaan kelas yang dapat
menghambat terwujudnya lingkungan belajar yang kondusif dikelompokkan ke dalam
dua kategori yaitu: masalah individual dan masalah kelompok
a. Masalah
Individu/perorangan
Rudolf
Dreikurs dan Pearl Cassell, mengemukakan bahwa semua tingkah laku individu
merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan kebutuhan untuk diterima kelompok
dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Hal yang sama juga dikemukakan oleh
As’ad, bahwa Masalah individu akan muncul karena dalam setiap individu ada
kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan ingin mencapai harga diri. Sehingga
ketika kebutuhan tidak dapat terpenuhi melalui cara-cara yang wajar maka
individu tersebut akan berusaha mendapatkannya dengan cara-cara yang tidak
baik.
Akibat
tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut, memungkinkan terjadi beberapa tindakan
siswa yang dapat digolongkan menjadi:
1) Attention
getting behaviors
Tingkah-Iaku
yang ingin mendapatkan perhatian orang lain, misalnya membadut di dalam kelas
(aktif), atau dengan berbuat serba lamban supaya mendapat pertolongan/perhatian
oleh guru (pasif).
2) Power
seeking behaviours
Tingkah-Iaku
yang ingin mendapat kekuasaan, misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali
emosional, seperti marah-marah, menangis atau selalu "Iupa" pada
aturan penting di kelas (pasif).
3) Revenge
seeking behaviours
Tingkah-Iaku
yang bertujuan menyakiti orang lain dengan tujuan menuntut balas, misalnya
mengata-ngatai, memukul, menggigit dan sebagainya (kelompok ini nampaknya
kebanyakan dalam bentuk aktif atau pasif).
4) Passive
Behaviour (helpness)
Peragaan
ketidakmampuan yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melakukan
apapun karena yakin bahwa hanya kegagalanlah yang menjadi bagiannya.
b. Masalah
Kelompok
Lois
V. Johnson dan Mary A. Bany, mengemukakan tujuh katagori masalah kelompok dalam
manajemen kelas. Masalah ini merupakan yang harus diperhatikan dalam
pengelolaan kelas. Masalah kelompok akan muncul apabila tidak terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan kelompok, kelas frustasi atau lemas dan akhirnya siswa
menjadi anggota kelompok bersifat pasif, acuh, tidak puas dan belajarnya
terganggu. Apabila kebutuhan kelompok ini terpenuhi, anggotanya akan aktif,
puas, bergairah dan belajar dengan baik.
Masalah-masalah
kelompok yang dimaksud adalah:
1) Kelas
kurang kohesif lantaran alasan jenis kelamin, suku, tingkatan social ekonomi,
dan sebagainya
2) Penyimpangan
dari norma-norma tingkah laku yang telah disepakai sebelumnya
3) Kelas
mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya
4) “Membombang”
anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok
5) Kelompok
cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari yang tengah digarap
6) Semangat
kerja rendah, kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru seperti
gangguan jadwal guru terpaksa diganti sementara oleh guru lain.
6. Upaya
Menciptakan Lingkungan Belajar yang Kondusif Secara Preventif dan Kuratif
Upaya
untuk menciptakan dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh motivasi siswa
yang tinggi, dapat dilakukan secara preventif maupun kuratif. Perbedaan kedua
jenis pengelolaan kelas tersebut, akan berpengaruh terhadap perbedaan
langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh seorang guru dalam menerapkan kedua
jenis Manajemen Kelas tersebut. Dikatakan secara preventif apabila upaya yang
dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk menciptakan suatu kondisi dari
kondisi interaksi biasa menjadi interaksi pendidikan dengan jalan menciptakan
kondisi baru yang menguntungkan bagi Proses Belajar Mengajar. Sedangkan yang
dimaksud dengan Manajemen Kelas secara kuratif adalah yang dilaksanakan karena
terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa, sehingga mengganggu jalannya
Proses Belajar Mengajar.
Menurut
Nurhadi, upaya untuk menciptakan dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh
motivasi siswa yang tinggi dapat dilakukan secara preventif maupun secara
kuratif. Sehingga pengelolaan kelas, apabila ditinjau dari sifatnya, dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pengelolaan
kelas yang bersifat preventif (pencegahan)
Yaitu
apabila upaya yang dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk menciptakan
kondisi pendidikan yang menguntungkan bagi proses belajar mengajar. Pengelolaan
kelas yang preventif ini dapat berupa tindakan, contoh atau pemberian informasi
yang dapat diberikan kepada siswa sehingga akan berkembang motivasi yang
tinggi, atau agar motivasi yang sudah baik itu tidak dinodai oleh tindakan
siswa yang menyimpang sehingga mengganggu proses belajar mengajar di kelas.
b. Pengelolaan
kelas yang bersifat kuratif (penyembuhan)
Pengelolaan
kelas yang dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa
sehingga mengganggu jalannya proses belajar mengajar. Dalam hal ini kegiatan
pengelolaan kelas akan berusaha menghentikan tingkah laku yang menyimpang
tersebut dan kemudian mengarahkan terciptanya tingkah laku siswa yang mendukung
terselenggaranya proses belajar mengajar dengan baik.
Berdasarkan
jenis pengelolaan kelas tersebut, maka prosedur atau langkah-langkah
pengelolaan kelas dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Dimensi
Preventif
Keberhasilan
dalam tindakan pencegahan merupakan salah satu indicator keberhasilan manajemen
kelas. konsekuensinya adalah guru dalam menentukan langkah yang efektif dan
efisien untuk jangka pendek dan jangka panjang agar tujuan kelas yang kondusif
dapat tercapai. Adapun langkah-langkah pencegahannya sebagai berikut:
a) Peningkatan
kesadaran diri sebagai guru
Sikap
guru terhadap kegiatan profesinya akan banyak mempengaruhi terciptanya kondisi
belajar mengajar atau menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan
terjadinya belajar. Oleh karena itu, langkah utama dan pertama yang strategis
dan mendasar dalam kegiatan pengelolaan kelas adalah "Peningkatan
kesadaran diri" sebagai guru. Apabila seorang guru sadar akan profesinya
sebagai guru pada gilirannya akan meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa
memiliki yang merupakan modal dasar bagi guru dalam melaksanakan tugasnya.
Implikasi
adanya kesadaran diri sebagai guru akan tampak dalam sikap guru yang demokratis
tidak otoriter, menunjukan kepribadian yang stabil, harmonis serta berwibawa.
Sikap demikian pada akhirnya akan menumbuhkan atau menghasilkan reaksi serta
respon yang positif dari siswa.
b) Peningkatan
kesadaran siswa
Meningkatkan
kesadaran diri sebagai guru tidak akan ada artinya tanpa diikuti meningkatnya
kesadaran siswa sebab apabila siswa tidak atau kurang memiliki kesadaran
terhadap dirinya tidak akan terjadi interaksi yang positif dengan guru dalam
setiap kegiatan belajar mengajar. Pada akhimya dapat mengganggu kondisi optimal
dalam rangka belajar mengajar. Kurangnya kesadaran siswa terhadap dirinya
ditandai dengan sikap yang mudah marah, mudah tersinggung, mudah kecewa, dan
sikap tersebut akan memungkinkan siswa melakukan tindakan-tindakan yang kurang
terpuji. Untuk menanggulangi atau mencegah munculnya sikap negatif tersebut
guru harus berupaya meningkatkan kesadaran siswa melalui tindakan sebagai
berikut:
Memberitahukan
kepada siswa tentang hak dan kewajiban siswa sebagai anggota kelas.
·
Memperhatikan kebutuhan dan keinginan
siswa.
·
Menciptakan suasana adanya saling
pengertian yang baik antara guru dan siswa.
c) Sikap
Polos dan Tulus dari Guru
Guru
dituntut untuk bersikap polos dan tulus, artinya guru dalam tindakan dan sikap
keseharian selalu apa adanya tidak berpura-pura. Tindakan dan sikap demikian
akan merupakan rangsangan positif bagi siswa dan siswa akan memberikan respon
atau reaksi positif. Penciptaan suasana sosioemosional di dalam kelas akan
banyak dipengaruhi oleh polos tidaknya dan tulus tidaknya sikap guru yang pada
gilirannya akan berpengaruh penciptaan kondisi lingkungan yang optimal dalam
rangka proses belajar mengajar.
d) Mengenal
dan menemukan alternatif pengelolaan.
Untuk
mengenal dan menemukan alternative pengelolaan langkah ini mengharuskan guru
agar mampu:
·
Mengidentifikasi berbagai penyimpangan
tingkah laku siswa yang bersifat individual atau kelompok. Termasuk di dalamnya
penyimpangan yang sengaja dilakukan siswa hanya sekedar untuk menarik perhatian
guru atau teman -temannya.
·
Mengenal berbagai pendekatan dan
pengelolaan kelas dan menggunakan sesuai dengan situasi atau menggantinya
dengan pendekatan lain yang telah dipilihnya apabila pilihan pertama mengalami
kegagalan.
·
Mempelajari pengalaman guru-guru lainnya
baik yang gagal atau berhasil sehingga dirinya mempunyai alternatif yang
bervariasi dalam berbagai problem pengelolaan.
e) Menciptakan
"kontrak sosial"
Kontrak
sosial pada dasarnya berkaitan dengan "Standar tingkah laku" yang
diharapkan dan memberikan gambaran tentang fasilitas beserta keterbatasannya
untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan sekolah. Dengan kata lain "Standar
tingkah laku yang memadai dalam situasi khusus". Suatu persetujuan umum
tentang bagaimana sesuatu dibuat, tindakan sehari-hari yang bagaimana yang
diperbolehkan. Standar tingkah laku ini tidak membatasi kebebasan siswa akan
tetapi merupakan tindakan pengarahan ke arah tingkah laku yang memadai atau
yang diharapkan dalam beberapa situasi. Standar tingkah laku harus melalui
kontrak sosial dengan siswa. Dalam arti bahwa aturan yang berkaitan dengan
nilai atau norma yang turun dari atasan (guru/sekolah) tidak timbul dari bawah
akan mengakibatkan aturan tersebut kurang dihormati atau ditaati, sehingga
perumusannya perlu dibicarakan atau disetujui bersama oleh guru dan siswa.
Kebiasaan yang terjadi dewasa ini aturan-aturan sebagai "Standar tingkah
laku" berasal dari atas, siswa hanya menerima apa adanya dan tidak punya
pilihan lain. Kondisi demikian akan memungkinkan timbulnya persoalan-persoalan
dalam pengelolaan kelas karena siswa tidak merasa membuat serta memiliki
peraturan sekolah yang ada.
2) Dimensi
Kuratif
Pada
dasarnya langkah-langkah prosedur dimensi penyembuhan adalah sebagi berikut:
a) Mengidentifikasi
Masalah
Dalam
tahap identifikasi guru melakukan kegiatan untuk mengenal atau mengetahui
masalah-masalah yang timbul di kelas. Dari masalah-masalah tersebut guru harus
dapat mengidentifikasi jenis-jenis penyimpangan sekaligus mengetahui siswa yang
melakukan penyimpangan tersebut.
b) Menganalisa
Masalah
Pada
langkah kedua ini, kegiatan guru adalah berusaha untuk menganalisa penyimpangan
dan menyimpulkan latar belakang dan sumber dari pada penyimpangan itu. Setelah
diketahui sumbernya kemudian dilanjutkan dengan menentukan alternatif-alternati
penanggulangan atau penyembuhan penyimpangan tersebut.
c) Menilai
Alternatif-alternatif Pemecahan
Menilai
dan melaksanakan salah satu alternatif pemecahan. Pada langkah ketiga ini,
kegiatan yang dilakukan adalah memilih alternatif berdasarkan sejumlah
alternatif pemecahan masalah yang telah disusun. Artinya alternative mana yang
paling tepat untuk menanggulangi penyimpangan tersebut.
d) Melaksanakan
Alternatif yang Telah Ditetapkan
Setelah
ditetapkan alternatif yang tepat maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan
alternatif tersebut.
e) Mendapatkan
balikan dari hasil pelaksanaan alternatif pemecahan masalah yang dimaksud.
Langkah
ini didahului dengan langkah monitoring yaitu kegiatan untuk mendapatkan data
yang merupakan balikan untuk menilai apakah pelaksanaan dari alternatif
pemecahan yang dipilih telah mencapai sasaran sesuai dengan yang direncanakan
atau bahkan terjadi perkembangan baru yang lebih baik, semua ini merupakan
dasar untuk melakukan perbaikan program. [4]
B.
Teori para ahli tentang lingkungan sekolah yang
kondusif
Menurut Sartain (seorang ahli
psikologi Amerika) (dalam Rifai Ahmad 2013) bahwa lingkungan adalah meliputi
semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi
tingkah laku manusia, pertumbuhan, perkembangan, kecuali gen-gen. Sedangkan
pendapat lain, bahwa di dalam lingkungan tidak hanya terdapat sejumlah factor
pada suatu saat, melainkan terdapat pula factor-faktor yang lain yang banyak
jumlahnya, yang secara potensial dapat mempengaruhi perkembangan dan tingkah
laku. Tetapi secara actual hanya factor-faktor yang ada disekeliling anak
tersebut yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan tingkah laku anak.
Alam sekitar merupakan salah satu factor
dari faktor-faktor pendidikan yang ada. Dengan demikian alam sekitar merupakan
factor penting pula bagi pelaksanaan pendidikan. Namun demmikian factor alam
sekitar jelas berbeda apabila dibandingkan dengan faktor pendidikan. Kedua
faktor pendidikan ini diakui persamaannya yaitu keduanya mempunyai pengaruh
kepada pertumbuhan, perkembangan dan tingkah laku anak. Disamping itu diakui
pula ada perbedaannya. Pengaruh alam sekittar merupakan pengaruh belaka, tidak
tersimpul unsure tanggung jawab didalamnya.
Anak didik akan untung apabila kebetulan
mendapat pengaruh yang baik, sebaliknya anak didik akan rugi apabila kebetulan
mendapat pengaruh yang kurang baik.
Namun demikian, dapat dipahami bahwa
lingkungan tarbiyah islamiyah itu adalah suatu lingkungan yang di
dalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggarakan
pendidikan islam dengan baik.
Untuk itu bagi seorang pendidik
diharuskan untuk selalu memperhatikan aspek lingkungan dalam mendidik anak
didiknya, agar nantinya anak didik tidak berada dalam lingkungan yang kurang
baik yang dapat mempengaruhi kepribadianya. Bahkan para ahli sosial berpendapat
bahwa perbaikan lingkungan menjadi syarat mutlak untuk mewujudkan tujuan-tujuan
pendidikan.[5]
Menurut Hasnan Fauzan (2011) Seorang
peneliti terkenal, Theresa Amabile menarik kesimpulan dari riset yang selama 22
tahun dilakukannya tentang kondisi yang memungkinkan seseorang untuk
memunculkan kreativitas dalam organisasi. Kreativitas akan muncul apabila
tiga komponen utama dimiliki secara bersamaan: expertise, creative
thinking skills dan motivation.
Expertise yang dimaksudkan disini
adalah informasi-informasi penting yang dimiliki oleh seseorang yang berupa
fakta. Semakin banyak fakta yang diketahui maka akan semakin banyak potensi ide
yang dapat dikembangkan menjadi sebuah inovasi. Creative thinking
skills merujuk pada seberapa fleksibel dan imajinatif seorang individu
dalam mencari pendekatan yang paling efektif untuk menyelesaikan masalahnya.
Jika seseorang semakin giat menggali berbagai alternative solusi yang mungkin
digunakan untuk memecahkan masalahnya maka semakin besar potensinya untuk
menjadi pribadi yang kreatif. Komponen yang terkahir
adalah motivation yang dipengaruhi oleh seberapa besar individu
tertarik pada suatu bidang. Individu akan lebih terpacu daya kreativitasnya
ketika dirinya dimotivasi oleh kepuasan dan tantangan pribadinya untuk
menyelesaikan tugas.
Selain faktor internal, ada pula
beberapa faktor eksternal yang dapat menstimulasi munculnya kreativitas individu
dalam sebuah organisasi. Salah satunya adalah kondisi lingkungan yang
mendorong individu untuk mencapai tujuan (stimulate the setting of a
goal). Artinya, organisasi memberikan orientasi yang jelas pada pekerjanya di
awal tentang target apa yang ingin dituju oleh organisasi kedepannya. Kondisi
lainnya yang juga akan membenwa pengaruh yang cukup signifikan dalam
memunculkan kreativitas individu adalah dengan konflik dan tekanan yang
menyudutkan individu. Dengan demikian individu akan merasa tertantang untuk
menunjukkan performa terbaiknya.
Dalam sekolah efektif, perhatian khusus
diberikan kepada penciptaan dan pemeliharaan iklim yang kondusif untuk belajar.
Iklim yang kondusif ditandai dengan terciptanya lingkungan belajar yang aman,
tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan
baik. Iklim adalah konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan gaya hidup suatu
organisasi. Apabila gaya hidup itu dapat ditingkatkan, kemungkinan besar
tercapai peningkatan prestasi kerja. Pandangan ini mengindikasikan kualitas
iklim yang memungkinkan meningkatnya prestasi kerja. Iklim tidak dapat dilihat
dan disentuh, tetapi ia ada seperti udara dalam ruangan. Ia mengitari dan
mempengaruhi segala hal yang terjadi dalam suatu organisasi. Iklim dapat
mepengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja.
iklim sekolah dapat digolongkan menjadi
enam kondisi yaitu: (1) iklim terbuka, (2) iklim bebas, (3) iklim terkontrol
(4) iklim familier (kekeluargaan), (5) iklim parternal, dan (6) iklim tertutup.
Selain itu, iklim sekolah yang kondusif mendo-rong setiap personil yang
terlibat dalam organisasi sekolah untuk bertindak dan melakukan yang terbaik
yang mengarah pada prestasi siswa yang tinggi.
Menurut Siver dalam Komariah dan Triatna, iklim sosial
suatu sekolah dibentuk oleh hubungan timbal balik antara perilaku pimpinan
Sekolah dan perilaku guru sebagai suatu kelompok. Perilaku pimpinan sekolah
dapat mempengaruhi interaksi interpersonal para guru. Dengan demikian dinamika
kepemimpinan yang dilakukan pimpinan sekolah dengan kelompok (guru dan staf)
dipandang sebagai kunci untuk memahami variasi iklim sekolah. Interaksi antara
perilaku guru dan perilaku pimpinan sekolah akan menentukan iklim sekolah yang
bagaimana yang akan terwujud, iklim sekolah yang baik dan kondusif bagi
kegiatan pendidikan akan menghasilkan
interaksi edukatif yang efektif sehingga upaya pencapaian tujuan pendidikan
sekolah akan berjalan dengan baik.
Interaksi di dalam kelas, baik yang
lisan maupun yang tertulis mutlak diperlukan dan akan memberikan dampak proses
dan hasil belajar yang positif. Interaksi semacam ini harus selalu
ditingkatkan, karena dapat memotivasi siswa agar mempunyai keberanian dan
kegairahan untuk berinteraksi dengan guru. Kolb, et.al dalam Komariah
dan Triatna, mencatat 11 dimensi iklim organisasi yang dapat diadaptasikan bagi
iklim sekolah, yaitu :
1)
Struktur tugas,
perincian metode yang dipakai untuk melaksanakan tugas organisasi
2)
Hubungan imbalan
hukum, tingkat batas pemberian imbalan tambahan seperti promosi dan kenaikan
gaji berdasarkan prestasi dan jasa, bukan pada pertimbangan lain seperti
senioritas dan favoritisme.
3)
Sentralisasi
keputusan, batasan-batasan keputusan penting yang dipusatkan pada manajemen
level atas
4)
Tekanan pada
prestasi, keinginan pihak pekerja organisasi untuk melaksanakan pekerjaan
dengan baik dan memberikan sumbangan bagi sasaran kerja organisasi.
5)
Tekanan pada
latihan dan pengembangan, tingkat ketika organisasi berusaha meningkatkan
prestasi individu melalui kesiapan latihan dan pengembangan yang cepat
6)
Lingkungan
sekolah yang memberikan keamanan, kenyamanan, kebersihan dan kelengkapan sarana
prasarana.
7)
Keterbukaan
versus ketertutupan, tingkat ketika orang-orang lebih suka menutupi kesalahan
mereka dan menampilkan diri secara baik dan bekerja sama.
8)
Rasa
kekeluargaan yang kuat antara civitas sekolah yaitu kepala sekolah, guru,
karyawan, siswa dan orang tua.
9. Pengakuan dan umpan balik, tingkat seorang
individu mengetahui apa pendapat atasan dan manajemen terhadap pekerjaannya
serta tingkat dukungan mereka atas dirinya
10. Status dan semangat, perasaan umum diantara
individu bahwa organisasi merupakan tempat kerja yang baik.
11. Kompetensi dan keluwesan organisasi secara umum,
tingkat organisasi mengetahui apa tujuannya dan mengejarnya secara luwes dan kreatif.
Termasuk juga batas organisasi mengantisipasi masalah, mengembangkan metode
baru dan mengembangkan keterampilan baru pada pekerja.[6]
C.
Dampak positif dan negative lingkungan sekolah yang
kondusif
Keberhasilan menciptakan suasana sekolah
yang kondusif untuk pembudayaan budi pekerti, hal-hal yang perlu
ditumbuhkembangkan pembinaannya antara lain sebagai berikut :
1)
Keimanan
Keimanan sangat mempengaruhi perilaku
seseorang. Keimanan ini perlu dibina dan ditumbuh kembangkan sesuai keyakinan
masing-masing. Dengan keimanan diharapkan setiap peserta didik dpat membina
dirinya menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur.
2)
Ketaqwaan
Ketaqwaan sebaiknya ditanamkan sejak
dini kepada siswa masuk sekolah melalui berbagai kegiatan, karena pada dasarnya
kualitas manusia ditentukan oleh ketaqwaannya. Ketaqwaan merupakan cerminan
dari nilai keimanan berupa perilaku yang terwujud dalam menjalankan perintah
danlarangan agama.
3)
Kejujuran
Dalam
berbagai hal sikap dan tindakan jujur bertanggungjawab harus diwujudkan dan
ditumbuhkembangkan sehingga menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Baik
yang berhubungan dengan Tuhan maupun diri sendiri dan orang lain.
Kejujuran dan perilaku tegas yang harus dilaksanakan.
4)
Keteladanan
Keteladanan adalah memberikan contoh
melalui perbuatan atau tindakan nyata, karena keteladanan jauh lebih penting
dari pada memberikan pelajaran secara verbal. Kepala sekolah dapat memberi
keteladanan kepada guru maupun pegawai dan selanjutnya guru kepada siswa,
demikian pula kakak kelas kepada adik kelas.
5)
Suasana
Demokratis
Suasana sekolah haruslah suasana yang
menunjukkan adanya kebebasan mengeluarkan pendapat dan menghargai
perbedaan sesuai dengan sopan santun berdemokrasi. Adanya suasana demokrasi
dilingkungan sekolah akan memberi pengaruh pada pengembangan budi pekerti
saling menghargai dan saling memaafkan.
6)
Kepedulian
Kepedulian terwujud dengan sikap empati
dan saling menasehati, saling memberitahukan, saling mengingatkan,
saling menyayangi dan saling melindungi sehingga setiap masalah dapat diatasi
cepat dan mudah.
7)
Keterbukaan
Sistem manajemen yang terbuka akan
menghilangkan sikap saling curiga berburuk sangka dan menghilangkan fitnah. Hal
ini hendaklah dipraktikkan oleh kepala sekolah, pegawai tata usaha,
guru dan para siswa.
8)
Kebersamaan
Kebersamaan ini diarahkan untuk
mempererat hubungan silaturahmi antar warga sekolah sehingga terwujud suatu
suasana persaudaraan dalam tata hubungan sekolah yang harmonis.
9)
Keamanan
Keamanan merupakan modal pokok
untuk menciptakan suasana sekolah yang harmonis dan menyenangkan.
Warga sekolah harus proaktif mengantisipasi dan mengatasi segala
bentuk gangguan dari luar dan dalam lingkungan sekolah. Keamanan
menjadi tanggungjawab bersama seluruh warga sekolah.
10) Ketertiban
Dalam segala hal disekolah ketertiban
adalah suatu kondisi yang mencerminkan keharmonisan dan keteraturan
dalam pergaulan antar warga sekolah. Ketertiban tidaklah tercipta dengan
sendirinya melainkan harus diupayakan oleh setiap warga sekolah.
11) Kebersihan
Suasana bersih, rapi dan menyegarkan
secara berkelanjutan akan memberi kesan menyenangkan bagi warga sekolah.
Kebersihan meliputi fisik dan psikis, jasmani dan batin.
12) Kesehatan
Kesehatan menyangkut aspek fisik dan
psikis, dan ini harus diupayakan dan dibangun oleh seluruh warga sekolah.
13) Keindahan
Lingkungan sekolah, ruang kantor,
ruang guru, ruang kelas, perpustakaan, halaman, kebon dan taman
sekolah yang rapi dan indah terkesan menyenangkan dan seni. Keindahan sekolah
harus diciptkan dan dijaga terus menerus oleh warga sekolah agar tidak sirna
sehingga iklim sekolah selalu menjadi segar, tetap aktif dan menyenagkan .
14) Sopan santun
Sopan santun adalah sikap dan perilaku
sesuai dengan adapt istiadat atau norma-norma yang berlaku
dimasyarakat dalam hubungannya dengan diri sendiri, keluarga, sekolah
dan masyarakat. Lingkungan sekolah merupakan bentuk masyarakat tersendiri,
berbeda dengan masyarakat yang berada diluar lingkungan
sekolah. Masyarakat lingkungan sekolah terdiri dari kepala sekolah,
guru, pegawai tata usaha dan peserta didik dengan interaksi social yang
memiliki tujuan yang sangat jelas yakni belajar.
Oleh karena itu masyarakat sekolah dapat
dikatakan sebagai masyarakat belajar dengan penjenjangan tertentu, yang tidak
ditemukan dalam masyarakat biasa. Kegiatan di sekolah berlangsung dalam satu
pola yang sama, kegiatan berulang-ulang dan diatur dengan jadwal yang ketat
Suasana kehidupan di sekolah perlu dibangun bersama-sama oleh warga sekolah
sesuai fungsi dan kedudukan masing-masing. Kepala sekolah, pegawai tata usaha,
guru dan peserta didik dapat memberikan sumbangan pembinaan kehidupan berbudi
luhur melalui sikap dan perilakunya di sekolah.[7]
Menurut Fernanda Christy (2012) Lingkungan sekolah merupakan tempat dimana para
siswa belajar dan bermain. Lingkungan sekolah merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi kegiatan belajar dan mengajar di sekolah.Menjaga kebersihan
sekolah sebenarnya merupakan faktor utama agar para siswa dapat nyaman dalam
belajar.
Lingkungan yang sehat merupakan
lingkungan yang bebas dari sampah,polusi,dan segala macam penyakit karna jika
lingkungan sekolah bersih, maka para siswapun akan senang bersekolah.Diantara
dampak positif dari kebersihan lingkungan yaitu :
·
Terhindar dari
berbagai macam penyakit
·
Tercipta suatu
kenyamanan, keindahan, dan ketenangan.
·
Menambah kadar
keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
·
Menjadikan
kenyamanan dalam kegiatan belajar
·
Dapat
berkonsentrasi dengan baik, dll.
Begitupun dengan sebaliknya, jika
lingkungan kotor para siswa akan merasa terganggu dan tidak nyaman.Adapun
dampak negatif dari lingkungan sekolah yang kotor diantaranya :
·
Memudahkan
terserang berbagai macam penyakit
·
Terciptanya
suatu ketidaknyamanan dalam melaksanakan berbagai aktifitas di sekolah
·
Mengganggu
konsentrasi dalam belajar dan bekerja
·
Rusaknya
ekosistem
Oleh
karna itu, marilah menjaga kebersihan sekolah bersama agar sekolahpun dapat
terhindar dari berbagai macam polusi dan kotoran.[8]
D.
Penerapan dalam pendidikan tentang lingkungan
sekolah yang kondusif
Segala upaya yang dilakukan guru untuk
meningkatkan kualitas pendidikan sudah cukup banyak hasilnya, hal ini merupakan
salah satu bentuk kesadaran yang dimiliki oleh guru dalam menjawab permasalahan
yang selama ini menjadi pokok pembicaraan. Cara meningkatkan kualitas tersebut
bsalah satunya juga dengan menjaga dan menata manajemen tata lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah yang aman dan tertib
adalah lingkungan yang dapat memberikan susana sekolah yang efektivitasnya
tinggi. Oleh sebab itu, peranan kepemimpinan kepala sekolah yang kuat sangat
diperlukan. Sekolah yang mana adalah sekolah yang mampu memberikan rasa aman
bagi warga sekolah. Untuk menciptakan rasa aman tersebut, maka konstruksinya
harus kuat, sesuai standar yang berlaku; bentuknya indah, sirkulasi udara dan
cahaya aman terhadap kesehatan, ukuran perabot dan perletakannya aman terhadap
kesehatan. Sekolah memiliki alat pemadam kebakaran, penjaga sekolah, pagar
keliling, jauh dari tempat maksiat dan tempat-tempat yang dapat menimbulkan
rasa tidak aman. Sekolah yang tertib adalah sekolah yang menerapkan peraturan
tanpa pandang bulu, mampu menciptakan disiplin warga sekolah dengan baik.[9]
Lingkungan pendidikan yang kondusif
merupakan lingkungan yang dapat membangkitkan semangat belajar dan menjadi
faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses
belajar. Untuk menciptakan lingkungan yang kondusif harus ditunjang oleh
berbagai fasilitas belajar yang menyenangkan dengan pengaturan ruang belajar,
sarana belajar, susunan tempat duduk, pemanasan sebelum masuk ke materi yang
akan dipelajari, serta sikap dan hubungan yang harmonis antara pendidik dan
peserta didik dan lain-lain.
Lingkungan yang kondusif dapat
dikembangkan melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut:
1)
Memberikan
pilihan bagi siswa yang lambat maupun yang cepat dalam melakukan tugas
pembelajaran.
2)
Memberikan
pembelajaran remidial bagi peserta didik yang kurang berprestasi.
3)
Memberikan
organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman dan aman bagi perkembangan
potensi seluruh peserta didik secara optimal.
4)
Menciptakan kerjasama
saling menghargai, baik antara peserta didik maupun antara peserta didik dengan
guru dan pengelola pembelajaran lain.
5)
Melibatkan
peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran.
6)
Mengembangkan
proses pembelajaran sebagai tanggungjawab bersama antara peserta didik dan
guru, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator dan sebagai
sumber belajar.
7)
Mengembangkan
sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan pada evaluasi diri
sendiri (self evaluation).[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Segala upaya yang dilakukan guru untuk
meningkatkan kualitas pendidikan sudah cukup banyak hasilnya, hal ini merupakan
salah satu bentuk kesadaran yang dimiliki oleh guru dalam menjawab permasalahan
yang selama ini menjadi pokok pembicaraan. Cara meningkatkan kualitas tersebut
bsalah satunya juga dengan menjaga dan menata manajemen tata lingkungan sekolah
Menciptakan suasana sekolah yang
kondusif dengan :(1) Keimanan (2) Ketaqwaan (3) Kejujuran (4) Keteladanan
(5) Suasana Demokratis (6) Kepedulian (7) Keterbukaan (8) Kebersamaan (9) Keamanan
(10) Ketertiban (11) Kebersihan (12) Kesehatan (13) Keindahan (14) Sopan santun
[2]
Hamza b. uno. Landasan pendidikan. (Jakarta
: PT Bumi Aksara. 2016) Hal 6
[3]
Supriadi 2017 (http://teoribagus.com/lingkungan-pembelajaran-yang-kondusif)
[8]
Fernanda Christy 2012 (http://fernandax2lingkungansehat.blogspot.co.id/2012/11/kebersihan-lingkungan-sekolah.html )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar