Rabu, 08 November 2017

Lingkungan Sekolah Yang Kondusif

Lingkungan Sekolah Yang Kondusif

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Pendidikan merupakan unsur penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa dan negara. Berdasarkan Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 (2006: 2), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Peran seorang guru pada pengelolaan kelas sangat penting dalam menciptakan lingkungan kelas yang tertib dan kondusif dan suasana pembelajaran yang menarik.Pengelolaan kelas merupakan suatu tindakan yang menunjukan kepada kegiatan-kegiatan yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar- mengajar. Tindakan optimal yang dilakukan guru dalam melakukan kegiatan pengelolaan kelas bukanlah tindakan yang imaginatif semata-mata akan tetapi memerlukan kegiatan yang sistematik berdasarkan langkah-Iangkah bagaimana seharusnya kegiatan itu dilakukan. Jadi prosedur pengelolaan kelas merupakan langkah-langkah bagaimana kegiatan pengelolaan kelas dilakukan untuk terciptanya kondisi belajar yang optimal serta rnempetahankan kondisi tersebut agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efesien. Menurut Milan Rianto(2007:1), tingkat keberhasilan pembelajaran amat ditentukan oleh kondisi yang terbangun selama pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang semakin kondusif, maka tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajarnya akan semakin tinggi dansebaliknya. Atau terciptanya kondisi pembelajaran yang efektif akan menjadikan proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien dan peserta didik berhasil dalam mewujudkan tujuan/kompetensi yang diharapkan sebagai dampaknya. Menurut Reigeluth (1983) dalam Milan Rianto(2007:1), hasil belajar peserta didik yang efektif, efisien dan mempunyai daya tarik dipengaruhi oleh kondisi pembelajaran.Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa kondisi pembelajaran yang kondusif akan berbanding lurus dengan hasil peerolehan sisiwa pada materi yang diberikan.
Kendatipun demikian, pendidik perlu berupaya bagaimana menciptakan kondisi yang kondusif, menyenangkan, menantang, sehingga materi ajar yang disajikan dapat mengintervensi kompetensi yang diharapkan dalam diri peserta didik. Melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang berlangsung dalam kondisi yang menyenangkan akan berpeluang bagi peserta didik untuk dapat mengungkap arti dan makna yang berbeda atas interpretasinya terhadap obyek, materi yang tersajikan. Untuk menciptakan kondisi tersebut, pendidik pada umumnya perlu melakukan pengelolaan terhadap sarana dan prasarana kelas yang tersedia serta mencegah dan/atau mengendalikan timbulnya perilaku peserta didik yang mengganggu aktivitas selama proses pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas jelaslah bahwa guru merupakan kunci keberhasilan dalam pengelolaan proses belajar mengajar, sehingga sudah seharusnya guru harus memiliki kemampuan profesional termasuk kemampuan memanajemeni kelas agar dapat tercipta suatu lingkungan belajar yang kondusif di dalam kelas. Maka dalam makalah ini akan membahas mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk menciptakan suatu kondisi lingkungan yang kondusif namun dibatasi pada permasalahan yang timbul dari tindakan siswa.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana pengertian dan definisi lingkungan sekolah yang kondusif?
2.      Bagaimana teori para ahli tentang lingkungan sekolah yang kondusif?
3.      Bagaimana pengaruh positif dan pengaruh negative lingkungan sekolah yang kondusif?
4.      Bagaimana cara penerapan dalam pendidikan tentang lingkungan sekolah yang kondusif?


C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dan definisi lingkungan sekolah yang kondusif
2.      Untuk mengetahui para ahli tentang lingkungan sekolah yang kondusif
3.      Untuk mengetahui pengaruh positif dan pengaruh negative lingkungan sekolah yang kondusif
4.      Untuk mengetahui cara menerapkan dalam pendidikan tentang lingkungan sekolah yang kondusif



BAB II
Pembahasan
A.    Pengertian dan definisi lingkungan sekolah yang kondusif
1.     Lingkungan
Menurut Rachmat Mulyana (dalam hamza b. uno google scholar)  Kondisi lingkungan global dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini dipiculeh ulah manusia yang mengekploitasi sumberdaya alam dan lingkungan tanpa batas. Berkaitan dengan perilaku manusia terhadap kondisi sumberdaya alam dan lingkungan yang cenderung tidak peduli, maka mengubah perilaku menjadi prioritas utama dalam mengatasi krisis lingkungan. Menurut Arne Naess, yang juga seorang ahli ekologi, mengungkapkan bahwa krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam yang fundamental dan radikal (Sony Keraf, 2002). Salah satu cara dalam upaya mengubah perilaku adalah melalui jalur pendidikan.
Sekolah merupakan salah satu komponen utama dalam kehidupan seorang anak selain keluarga dan lingkungan sekitar mereka. Secara umum sekolah merupakan tempat dimana seorang anak distimulasi untuk belajar di bawah pengawasan guru. Sekolah juga tempat yang signifikan bagi siswa dalam tahap perkembangannya dan merupakan sebuah lingkungan sosial yang berpengaruh bagi kehidupan mereka. Sehubungan dengan hal tersebut, penanaman kepedulian terhadap kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan dilingkungan sekolah perlu dilakukan sejak dini agar terbentuk rasa menghargai, memiliki dan memelihara sumberdaya alam pada diri siswa-siswi.
Melalui proses belajar mengajar yang bermuatan pendidikan lingkungan hidup, penyediaan lingkungan sekolah yang asri dan ditunjang dengan fasilitas sekolah yang memungkinkan atau  menunjang kearah menyadarkan, mengarahkan dan membimbing siswa menuju terbentuknya etika lingkungan.[1]

2.     Pengertian Lingkungan Belajar
Menurut Hamza b. uno (2016 : 6) lingkungan belajar, bagaimanapun pentaanya, di maksudkan agar anak mau dan mudah belajar. Salah satu karakteristik dalam penataan lingkungan seperti ini dengan melibatkan mereka sebagai subjek yang belajar. Pelibtan mereka membawa implikasi yang besar karena terkandung suatu pemikiran reformatif tentang bagaimana memperlakukan siswa atau mahasiswa sehingga tercipta belajar dalam dirinya.[2]
Menurut Supriadi (2017) Lingkungan belajar ialah segala sesuatu yang terdapat di tempat belajar Hutabarat (1986). Sedangkan Nasution (1993), membagi lingkungan belajar menjadi dua yaitu lingkungan alami dan lingkungan sosial. Lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembaban udara, sedangkan lingkungan sosial dapat berwujud manusia dan representatifnya maupun berwujud hal-hal lain. Prestasi belajar itu salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan belajar. Menurut Dunn dan Dunn (dalam Mudhofir, 1999) kondisi belajar dapat mempengaruhi konsentrasi, pencerapan, dan penerimaan informasi. Senada dengan hal di atas Rachman (1998/1999) menyatakan lingkungan fisik tembat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa lingkungan belajar berpengaruh terhadap hasil belajar.
Belajar adalah kegiatan yang memerlukan konsentrasi tinggi. Tempat dan lingkungan belajar yang nyaman akan memudahkan peserta didik untuk berkonsentrasi. Dengan mempersiapkan lingkungan yang tepat, peserta didik akan mendapatkan hasil yang lebih baik dan dapat menikmati proses belajar yang peserta didik lakukan.
Menata lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan lingkungan belajar. Aktivitas pembelajar dalam menata lingkungan belajar lebih terkonsentrasi pada pengelolaan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu pembelajar/guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar di kelas tiada lain melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom management). Menurut Rianto (2007:1), pengelolaan kelas merupakan upaya pendidik untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal.[3]
3.      Pengertian Menciptakan Lingkungan Belajar
Menurut umi yuli(2013) Menciptakan lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan terhadap lingkungan belajar. Aktivitas guru dalam menata dan atau menciptakan lingkungan belajar lebih terkonsentrasi pada pengelolaan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu, guru dalam melakukan penciptaan lingkungan belajar di kelas tiada lain melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom management). Menurut Milan Rianto (2007:1), pengelolaan kelas merupakan upaya pendidik untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal.
Optimalisasi proses pembelajaran menunjukan bahwa keterlaksanaan serangkaian kegiatan pembelajaran (instructional activities) yang sengaja direkayasa oleh pendidik dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta didik sampai dapat meraih hasil belajar sesuai harapan. Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang siswa dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan siswa dan pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya. Oleh karena itu dapat ditegaskan lebih lanjut bahwa secara fisik lingkungan belajar harus menarik dan mampu membangkitkan gairah belajar serta menghadirkan suasana yang nyaman untuk belajar. Kelas belajar harus bersih, tempat duduk di tata sedemikia rupa agar anak bisa melakukan aktivitas belajar dengan bebas. Dinding kelas di cat berwarna sejuk, terpampang gambar-gambar atau foto yang mendukung kegiatan belajar seperti gambar pahlawan, lambang negara, presiden dan wakil presiden, kebersihan lingkungan, famlet narkoba, dan sebagainya.
4.      Pengertian Lingkungan Kondusif
Secara umum lingkungan belajar itu dapat berupa lingkungan belajar di sekolah atau di kampus dan di lingkungan rumah. Siswa akan dapat belajar dengan baik hanya dalam suasana belajar yang kondusif. Yaitu suasana yang mendukung terlaksananya proses belajar yang nyaman dan menyenangkan. Diyakini bahwa, proses belajar yang kondusif ini akan menghantarkan siswa pada hasil belajar yang optimal.
Suasana belajar yang kondusif memungkinkan siswa dapat memusatkan pikiran dan perhatian kepada apa yang sedang dipelajari. Sebaliknya, suasana belajar yang tidak nyaman dan membosankan akan membuat kosentrasi belajar siswa terganggu. Jangan harap hasil belajar yang optimal akan dapat diwujudkan. Kegiatan belajar dari menit ke menit hanya akan menghabiskan waktu alokasi pembelajarn dan berakhir jika sudah berbunyi bel pergantian jam pelajaran.
Ada 2 faktor penentu tercipta atau tidaknya suasana belajar yang kondusif. Pertama, suasana dalam kelas. Guru menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengelolaan pembelajaran di ruang kelas. Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan sangat menentukan kondusif atau tidaknya suasana belajar. Kemudian bagaimana guru menguasai situasi belajar siswa. Guru tidak hanya perlu menguasai materi pelajaran, namun yang lebih penting adalah mampu menguasai dinamika kelas yang dihuni oleh berbagai sifat dan watak siswa. Jika  guru tidak mampu menguasai dinamika kelas, suasana kelas akan gaduh dan ribut oleh sikap dan perbuatan siswa yang beraneka ragam.
Faktor kedua, lingkungan di sekitar kelas atau sekolah. Suasana belajar yang kondusif akan tercipta apabila didukung suasana yang nyaman dan tentram di sekitar kelas atau sekolah. Lokasi sekolah yang berada terlalu dekat dengan keramaian, seperti; pasar, pinggiran jalan raya atau pabrik cenderung mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar. Tidak hanya persoalan bunyi, bau tak sedap pun dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa dalam belajar. Sekolah yang berada terlalu dekat dengan areal peternakan atau perkebunan karet misalnya, akan membuat suasana belajar menjadi tidak kondusif.
Jadi, pembelajaran yang baik akan tercipta apabila kondisi kelas dan sekitarnya kondusif. kondisi yang kondusif ini akan dapat tercapai apabila suasana di ruang kelas dan di lingkungan sekitarnya, mendukung terlaksananya proses belajar siswa.
5.      Permasalahan dalam mewujudkan Lingkungan belajar yang kondusif
Raka Joni dalam Mulyadi mengemukakan  masalah pengelolaan kelas yang dapat menghambat terwujudnya lingkungan belajar yang kondusif dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu: masalah individual dan masalah kelompok
a.       Masalah Individu/perorangan
Rudolf Dreikurs dan Pearl Cassell, mengemukakan bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan kebutuhan untuk diterima kelompok dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Hal yang sama juga dikemukakan oleh As’ad, bahwa Masalah individu akan muncul karena dalam setiap individu ada kebutuhan untuk diterima dalam kelompok dan ingin mencapai harga diri. Sehingga ketika kebutuhan tidak dapat terpenuhi melalui cara-cara yang wajar maka individu tersebut akan berusaha mendapatkannya dengan cara-cara yang tidak baik.
Akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut, memungkinkan terjadi beberapa tindakan siswa yang dapat digolongkan menjadi:
1)      Attention getting behaviors
Tingkah-Iaku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain, misalnya membadut di dalam kelas (aktif), atau dengan berbuat serba lamban supaya mendapat pertolongan/perhatian oleh guru (pasif).
2)      Power seeking behaviours
Tingkah-Iaku yang ingin mendapat kekuasaan, misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali emosional, seperti marah-marah, menangis atau selalu "Iupa" pada aturan penting di kelas (pasif).
3)      Revenge seeking behaviours
Tingkah-Iaku yang bertujuan menyakiti orang lain dengan tujuan menuntut balas, misalnya mengata-ngatai, memukul, menggigit dan sebagainya (kelompok ini nampaknya kebanyakan dalam bentuk aktif atau pasif).
4)      Passive Behaviour (helpness)
Peragaan ketidakmampuan yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun karena yakin bahwa hanya kegagalanlah yang menjadi bagiannya.
b.      Masalah Kelompok
Lois V. Johnson dan Mary A. Bany, mengemukakan tujuh katagori masalah kelompok dalam manajemen kelas. Masalah ini merupakan yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas. Masalah kelompok akan muncul apabila tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan kelompok, kelas frustasi atau lemas dan akhirnya siswa menjadi anggota kelompok bersifat pasif, acuh, tidak puas dan belajarnya terganggu. Apabila kebutuhan kelompok ini terpenuhi, anggotanya akan aktif, puas, bergairah dan belajar dengan baik.
Masalah-masalah kelompok yang dimaksud adalah:
1)      Kelas kurang kohesif lantaran alasan jenis kelamin, suku, tingkatan social ekonomi, dan sebagainya
2)      Penyimpangan dari norma-norma tingkah laku yang telah disepakai sebelumnya
3)      Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya
4)      “Membombang” anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok
5)      Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari yang tengah digarap
6)      Semangat kerja rendah, kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru seperti gangguan jadwal guru terpaksa diganti sementara oleh guru lain.

6.      Upaya Menciptakan Lingkungan Belajar yang Kondusif Secara Preventif dan Kuratif
Upaya untuk menciptakan dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh motivasi siswa yang tinggi, dapat dilakukan secara preventif maupun kuratif. Perbedaan kedua jenis pengelolaan kelas tersebut, akan berpengaruh terhadap perbedaan langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh seorang guru dalam menerapkan kedua jenis Manajemen Kelas tersebut. Dikatakan secara preventif apabila upaya yang dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk menciptakan suatu kondisi dari kondisi interaksi biasa menjadi interaksi pendidikan dengan jalan menciptakan kondisi baru yang menguntungkan bagi Proses Belajar Mengajar. Sedangkan yang dimaksud dengan Manajemen Kelas secara kuratif adalah yang dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa, sehingga mengganggu jalannya Proses Belajar Mengajar.
Menurut Nurhadi, upaya untuk menciptakan dan mempertahankan suasana yang diliputi oleh motivasi siswa yang tinggi dapat dilakukan secara preventif maupun secara kuratif. Sehingga pengelolaan kelas, apabila ditinjau dari sifatnya, dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a.       Pengelolaan kelas yang bersifat preventif (pencegahan)
Yaitu apabila upaya yang dilakukan atas dasar inisiatif guru untuk menciptakan kondisi pendidikan yang menguntungkan bagi proses belajar mengajar. Pengelolaan kelas yang preventif ini dapat berupa tindakan, contoh atau pemberian informasi yang dapat diberikan kepada siswa sehingga akan berkembang motivasi yang tinggi, atau agar motivasi yang sudah baik itu tidak dinodai oleh tindakan siswa yang menyimpang sehingga mengganggu proses belajar mengajar di kelas.
b.      Pengelolaan kelas yang bersifat kuratif (penyembuhan)
Pengelolaan kelas yang dilaksanakan karena terjadi penyimpangan pada tingkah laku siswa sehingga mengganggu jalannya proses belajar mengajar. Dalam hal ini kegiatan pengelolaan kelas akan berusaha menghentikan tingkah laku yang menyimpang tersebut dan kemudian mengarahkan terciptanya tingkah laku siswa yang mendukung terselenggaranya proses belajar mengajar dengan baik.
Berdasarkan jenis pengelolaan kelas tersebut, maka prosedur atau langkah-langkah pengelolaan kelas dapat dilakukan sebagai berikut:
1)      Dimensi Preventif
Keberhasilan dalam tindakan pencegahan merupakan salah satu indicator keberhasilan manajemen kelas. konsekuensinya adalah guru dalam menentukan langkah yang efektif dan efisien untuk jangka pendek dan jangka panjang agar tujuan kelas yang kondusif dapat tercapai. Adapun langkah-langkah pencegahannya sebagai berikut:
a)      Peningkatan kesadaran diri sebagai guru
Sikap guru terhadap kegiatan profesinya akan banyak mempengaruhi terciptanya kondisi belajar mengajar atau menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Oleh karena itu, langkah utama dan pertama yang strategis dan mendasar dalam kegiatan pengelolaan kelas adalah "Peningkatan kesadaran diri" sebagai guru. Apabila seorang guru sadar akan profesinya sebagai guru pada gilirannya akan meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang merupakan modal dasar bagi guru dalam melaksanakan tugasnya.
Implikasi adanya kesadaran diri sebagai guru akan tampak dalam sikap guru yang demokratis tidak otoriter, menunjukan kepribadian yang stabil, harmonis serta berwibawa. Sikap demikian pada akhirnya akan menumbuhkan atau menghasilkan reaksi serta respon yang positif dari siswa.
b)      Peningkatan kesadaran siswa
Meningkatkan kesadaran diri sebagai guru tidak akan ada artinya tanpa diikuti meningkatnya kesadaran siswa sebab apabila siswa tidak atau kurang memiliki kesadaran terhadap dirinya tidak akan terjadi interaksi yang positif dengan guru dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Pada akhimya dapat mengganggu kondisi optimal dalam rangka belajar mengajar. Kurangnya kesadaran siswa terhadap dirinya ditandai dengan sikap yang mudah marah, mudah tersinggung, mudah kecewa, dan sikap tersebut akan memungkinkan siswa melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji. Untuk menanggulangi atau mencegah munculnya sikap negatif tersebut guru harus berupaya meningkatkan kesadaran siswa melalui tindakan sebagai berikut:
Memberitahukan kepada siswa tentang hak dan kewajiban siswa sebagai anggota kelas.
·         Memperhatikan kebutuhan dan keinginan siswa.
·         Menciptakan suasana adanya saling pengertian yang baik antara guru dan siswa.
c)      Sikap Polos dan Tulus dari Guru
Guru dituntut untuk bersikap polos dan tulus, artinya guru dalam tindakan dan sikap keseharian selalu apa adanya tidak berpura-pura. Tindakan dan sikap demikian akan merupakan rangsangan positif bagi siswa dan siswa akan memberikan respon atau reaksi positif. Penciptaan suasana sosioemosional di dalam kelas akan banyak dipengaruhi oleh polos tidaknya dan tulus tidaknya sikap guru yang pada gilirannya akan berpengaruh penciptaan kondisi lingkungan yang optimal dalam rangka proses belajar mengajar.
d)     Mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan.
Untuk mengenal dan menemukan alternative pengelolaan langkah ini mengharuskan guru agar mampu:
·         Mengidentifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku siswa yang bersifat individual atau kelompok. Termasuk di dalamnya penyimpangan yang sengaja dilakukan siswa hanya sekedar untuk menarik perhatian guru atau teman -temannya.
·         Mengenal berbagai pendekatan dan pengelolaan kelas dan menggunakan sesuai dengan situasi atau menggantinya dengan pendekatan lain yang telah dipilihnya apabila pilihan pertama mengalami kegagalan.
·         Mempelajari pengalaman guru-guru lainnya baik yang gagal atau berhasil sehingga dirinya mempunyai alternatif yang bervariasi dalam berbagai problem pengelolaan.
e)      Menciptakan "kontrak sosial"
Kontrak sosial pada dasarnya berkaitan dengan "Standar tingkah laku" yang diharapkan dan memberikan gambaran tentang fasilitas beserta keterbatasannya untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan sekolah. Dengan kata lain "Standar tingkah laku yang memadai dalam situasi khusus". Suatu persetujuan umum tentang bagaimana sesuatu dibuat, tindakan sehari-hari yang bagaimana yang diperbolehkan. Standar tingkah laku ini tidak membatasi kebebasan siswa akan tetapi merupakan tindakan pengarahan ke arah tingkah laku yang memadai atau yang diharapkan dalam beberapa situasi. Standar tingkah laku harus melalui kontrak sosial dengan siswa. Dalam arti bahwa aturan yang berkaitan dengan nilai atau norma yang turun dari atasan (guru/sekolah) tidak timbul dari bawah akan mengakibatkan aturan tersebut kurang dihormati atau ditaati, sehingga perumusannya perlu dibicarakan atau disetujui bersama oleh guru dan siswa. Kebiasaan yang terjadi dewasa ini aturan-aturan sebagai "Standar tingkah laku" berasal dari atas, siswa hanya menerima apa adanya dan tidak punya pilihan lain. Kondisi demikian akan memungkinkan timbulnya persoalan-persoalan dalam pengelolaan kelas karena siswa tidak merasa membuat serta memiliki peraturan sekolah yang ada.
2)      Dimensi Kuratif
Pada dasarnya langkah-langkah prosedur dimensi penyembuhan adalah sebagi berikut:
a)      Mengidentifikasi Masalah
Dalam tahap identifikasi guru melakukan kegiatan untuk mengenal atau mengetahui masalah-masalah yang timbul di kelas. Dari masalah-masalah tersebut guru harus dapat mengidentifikasi jenis-jenis penyimpangan sekaligus mengetahui siswa yang melakukan penyimpangan tersebut.
b)      Menganalisa Masalah
Pada langkah kedua ini, kegiatan guru adalah berusaha untuk menganalisa penyimpangan dan menyimpulkan latar belakang dan sumber dari pada penyimpangan itu. Setelah diketahui sumbernya kemudian dilanjutkan dengan menentukan alternatif-alternati penanggulangan atau penyembuhan penyimpangan tersebut.
c)      Menilai Alternatif-alternatif Pemecahan
Menilai dan melaksanakan salah satu alternatif pemecahan. Pada langkah ketiga ini, kegiatan yang dilakukan adalah memilih alternatif berdasarkan sejumlah alternatif pemecahan masalah yang telah disusun. Artinya alternative mana yang paling tepat untuk menanggulangi penyimpangan tersebut.
d)     Melaksanakan Alternatif yang Telah Ditetapkan
Setelah ditetapkan alternatif yang tepat maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan alternatif tersebut.
e)      Mendapatkan balikan dari hasil pelaksanaan alternatif pemecahan masalah yang dimaksud.
Langkah ini didahului dengan langkah monitoring yaitu kegiatan untuk mendapatkan data yang merupakan balikan untuk menilai apakah pelaksanaan dari alternatif pemecahan yang dipilih telah mencapai sasaran sesuai dengan yang direncanakan atau bahkan terjadi perkembangan baru yang lebih baik, semua ini merupakan dasar untuk melakukan perbaikan program. [4]

B.     Teori para ahli tentang lingkungan sekolah yang kondusif
Menurut Sartain (seorang ahli psikologi Amerika) (dalam Rifai Ahmad 2013) bahwa lingkungan adalah meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku manusia, pertumbuhan, perkembangan, kecuali gen-gen. Sedangkan pendapat lain, bahwa di dalam lingkungan tidak hanya terdapat sejumlah factor pada suatu saat, melainkan terdapat pula factor-faktor yang lain yang banyak jumlahnya, yang secara potensial dapat mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku. Tetapi secara actual hanya factor-faktor yang ada disekeliling anak tersebut yang secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan tingkah laku anak.
Alam sekitar merupakan salah satu factor dari faktor-faktor pendidikan yang ada. Dengan demikian alam sekitar merupakan factor penting pula bagi pelaksanaan pendidikan. Namun demmikian factor alam sekitar jelas berbeda apabila dibandingkan dengan faktor pendidikan. Kedua faktor pendidikan ini diakui persamaannya yaitu keduanya mempunyai pengaruh kepada pertumbuhan, perkembangan dan tingkah laku anak. Disamping itu diakui pula ada perbedaannya. Pengaruh alam sekittar merupakan pengaruh belaka, tidak tersimpul unsure tanggung jawab didalamnya.
Anak didik akan untung apabila kebetulan mendapat pengaruh yang baik, sebaliknya anak didik akan rugi apabila kebetulan mendapat pengaruh yang kurang baik.
Namun demikian, dapat dipahami bahwa lingkungan tarbiyah islamiyah itu adalah suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggarakan pendidikan islam dengan  baik.
Untuk itu bagi seorang pendidik diharuskan untuk selalu memperhatikan aspek lingkungan dalam mendidik anak didiknya, agar nantinya anak didik tidak berada dalam lingkungan yang kurang baik yang dapat mempengaruhi kepribadianya. Bahkan para ahli sosial berpendapat bahwa perbaikan lingkungan menjadi syarat mutlak untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.[5]
Menurut Hasnan Fauzan (2011) Seorang peneliti terkenal, Theresa Amabile menarik kesimpulan dari riset yang selama 22 tahun dilakukannya tentang kondisi yang memungkinkan seseorang untuk memunculkan kreativitas dalam organisasi. Kreativitas akan muncul apabila tiga komponen utama dimiliki secara bersamaan: expertise, creative thinking skills dan motivation.
Expertise yang dimaksudkan disini adalah informasi-informasi penting yang dimiliki oleh seseorang yang berupa fakta. Semakin banyak fakta yang diketahui maka akan semakin banyak potensi ide yang dapat dikembangkan menjadi sebuah inovasi. Creative thinking skills merujuk pada seberapa fleksibel dan imajinatif seorang individu dalam mencari pendekatan yang paling efektif untuk menyelesaikan masalahnya. Jika seseorang semakin giat menggali berbagai alternative solusi yang mungkin digunakan untuk memecahkan masalahnya maka semakin besar potensinya untuk menjadi pribadi yang kreatif. Komponen yang terkahir adalah motivation yang dipengaruhi oleh seberapa besar individu tertarik pada suatu bidang. Individu akan lebih terpacu daya kreativitasnya ketika dirinya dimotivasi oleh kepuasan dan tantangan pribadinya untuk menyelesaikan tugas.
Selain faktor internal, ada pula beberapa faktor eksternal yang dapat menstimulasi munculnya kreativitas individu dalam sebuah organisasi. Salah satunya adalah kondisi lingkungan yang mendorong individu untuk mencapai tujuan (stimulate the setting of a goal). Artinya, organisasi memberikan orientasi yang jelas pada pekerjanya di awal tentang target apa yang ingin dituju oleh organisasi kedepannya. Kondisi lainnya yang juga akan membenwa pengaruh yang cukup signifikan dalam memunculkan kreativitas individu adalah dengan konflik dan tekanan yang menyudutkan individu. Dengan demikian individu akan merasa tertantang untuk menunjukkan performa terbaiknya.
Dalam sekolah efektif, perhatian khusus diberikan kepada penciptaan dan pemeliharaan iklim yang kondusif untuk belajar. Iklim yang kondusif ditandai dengan terciptanya lingkungan belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. Iklim adalah konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan gaya hidup suatu organisasi. Apabila gaya hidup itu dapat ditingkatkan, kemungkinan besar tercapai peningkatan prestasi kerja. Pandangan ini mengindikasikan kualitas iklim yang memungkinkan meningkatnya prestasi kerja. Iklim tidak dapat dilihat dan disentuh, tetapi ia ada seperti udara dalam ruangan. Ia mengitari dan mempengaruhi segala hal yang terjadi dalam suatu organisasi. Iklim dapat mepengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja.
iklim sekolah dapat digolongkan menjadi enam kondisi yaitu: (1) iklim terbuka, (2) iklim bebas, (3) iklim terkontrol (4) iklim familier (kekeluargaan), (5) iklim parternal, dan (6) iklim tertutup. Selain itu, iklim sekolah yang kondusif mendo-rong setiap personil yang terlibat dalam organisasi sekolah untuk bertindak dan melakukan yang terbaik yang mengarah pada prestasi siswa yang tinggi.
Menurut Siver dalam Komariah dan Triatna, iklim sosial suatu sekolah dibentuk oleh hubungan timbal balik antara perilaku pimpinan Sekolah dan perilaku guru sebagai suatu kelompok. Perilaku pimpinan sekolah dapat mempengaruhi interaksi interpersonal para guru. Dengan demikian dinamika kepemimpinan yang dilakukan pimpinan sekolah dengan kelompok (guru dan staf) dipandang sebagai kunci untuk memahami variasi iklim sekolah. Interaksi antara perilaku guru dan perilaku pimpinan sekolah akan menentukan iklim sekolah yang bagaimana yang akan terwujud, iklim sekolah yang baik dan kondusif bagi kegiatan pendidikan akan menghasilkan interaksi edukatif yang efektif sehingga upaya pencapaian tujuan pendidikan sekolah akan berjalan dengan baik.
Interaksi di dalam kelas, baik yang lisan maupun yang tertulis mutlak diperlukan dan akan memberikan dampak proses dan hasil belajar yang positif. Interaksi semacam ini harus selalu ditingkatkan, karena dapat memotivasi siswa agar mempunyai keberanian dan kegairahan untuk berinteraksi dengan guru. Kolb, et.al dalam Komariah dan Triatna, mencatat 11 dimensi iklim organisasi yang dapat diadaptasikan bagi iklim sekolah, yaitu :
1)      Struktur tugas, perincian metode yang dipakai untuk melaksanakan tugas organisasi
2)      Hubungan imbalan hukum, tingkat batas pemberian imbalan tambahan seperti promosi dan kenaikan gaji berdasarkan prestasi dan jasa, bukan pada pertimbangan lain seperti senioritas dan favoritisme.
3)      Sentralisasi keputusan, batasan-batasan keputusan penting yang dipusatkan pada manajemen level atas
4)      Tekanan pada prestasi, keinginan pihak pekerja organisasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik dan memberikan sumbangan bagi sasaran kerja organisasi.
5)      Tekanan pada latihan dan pengembangan, tingkat ketika organisasi berusaha meningkatkan prestasi individu melalui kesiapan latihan dan pengembangan yang cepat
6)      Lingkungan sekolah yang memberikan keamanan, kenyamanan, kebersihan dan kelengkapan sarana prasarana.
7)      Keterbukaan versus ketertutupan, tingkat ketika orang-orang lebih suka menutupi kesalahan mereka dan menampilkan diri secara baik dan bekerja sama.
8)      Rasa kekeluargaan yang kuat antara civitas sekolah yaitu kepala sekolah, guru, karyawan, siswa dan orang tua.
9. Pengakuan dan umpan balik, tingkat seorang individu mengetahui apa pendapat atasan dan manajemen terhadap pekerjaannya serta tingkat dukungan mereka atas dirinya
10. Status dan semangat, perasaan umum diantara individu bahwa organisasi merupakan tempat kerja yang baik.
11. Kompetensi dan keluwesan organisasi secara umum, tingkat organisasi mengetahui apa tujuannya dan mengejarnya secara luwes dan kreatif. Termasuk juga batas organisasi mengantisipasi masalah, mengembangkan metode baru dan mengembangkan keterampilan baru pada pekerja.[6]
C.    Dampak positif dan negative lingkungan sekolah yang kondusif
Keberhasilan menciptakan suasana sekolah yang kondusif untuk pembudayaan budi pekerti, hal-hal yang perlu ditumbuhkembangkan pembinaannya antara lain sebagai berikut : 
1)       Keimanan
Keimanan sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Keimanan ini perlu dibina dan ditumbuh kembangkan sesuai keyakinan masing-masing. Dengan keimanan diharapkan setiap peserta didik dpat membina dirinya menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur.

2)      Ketaqwaan
Ketaqwaan sebaiknya ditanamkan sejak dini kepada siswa masuk sekolah melalui berbagai kegiatan, karena pada dasarnya kualitas manusia ditentukan oleh ketaqwaannya. Ketaqwaan merupakan cerminan dari nilai keimanan berupa perilaku yang terwujud dalam menjalankan perintah danlarangan agama.
3)      Kejujuran 
            Dalam berbagai hal sikap dan tindakan jujur bertanggungjawab harus diwujudkan dan ditumbuhkembangkan sehingga menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Baik yang berhubungan dengan Tuhan maupun diri sendiri  dan orang lain. Kejujuran dan perilaku tegas yang harus dilaksanakan.
4)      Keteladanan
Keteladanan adalah memberikan contoh melalui perbuatan atau tindakan nyata, karena keteladanan jauh lebih penting dari pada memberikan pelajaran secara verbal. Kepala sekolah dapat memberi keteladanan kepada guru maupun pegawai dan selanjutnya guru kepada siswa, demikian pula kakak kelas kepada adik kelas.
5)      Suasana Demokratis
Suasana sekolah haruslah suasana yang menunjukkan adanya kebebasan  mengeluarkan pendapat dan menghargai perbedaan sesuai dengan sopan santun berdemokrasi. Adanya suasana demokrasi dilingkungan sekolah akan memberi pengaruh pada pengembangan budi pekerti saling menghargai dan saling memaafkan.



6)      Kepedulian
Kepedulian terwujud dengan sikap empati dan saling menasehati, saling  memberitahukan, saling mengingatkan, saling menyayangi dan saling melindungi sehingga setiap masalah dapat diatasi cepat dan mudah.
7)      Keterbukaan
Sistem manajemen yang terbuka akan menghilangkan sikap saling curiga berburuk sangka dan menghilangkan fitnah. Hal ini hendaklah dipraktikkan oleh kepala sekolah,  pegawai tata usaha, guru dan para siswa.
8)      Kebersamaan
Kebersamaan ini diarahkan untuk mempererat hubungan silaturahmi antar warga sekolah sehingga terwujud suatu suasana persaudaraan dalam tata hubungan sekolah yang harmonis.
9)      Keamanan 
Keamanan merupakan modal pokok untuk  menciptakan suasana sekolah yang harmonis dan menyenangkan. Warga sekolah  harus proaktif mengantisipasi dan mengatasi segala bentuk gangguan dari luar dan dalam lingkungan sekolah.  Keamanan menjadi tanggungjawab bersama seluruh warga sekolah.
10)  Ketertiban 
Dalam segala hal disekolah ketertiban adalah suatu kondisi yang mencerminkan  keharmonisan dan keteraturan dalam pergaulan antar warga sekolah. Ketertiban tidaklah tercipta dengan sendirinya melainkan harus diupayakan oleh setiap warga sekolah.
11)  Kebersihan
Suasana bersih, rapi dan menyegarkan secara berkelanjutan akan memberi kesan menyenangkan bagi warga sekolah. Kebersihan meliputi fisik dan psikis, jasmani dan batin.
12)  Kesehatan
Kesehatan menyangkut aspek fisik dan psikis, dan ini harus diupayakan dan dibangun oleh seluruh warga sekolah.
13)  Keindahan
Lingkungan sekolah, ruang kantor, ruang  guru, ruang kelas, perpustakaan, halaman, kebon dan taman sekolah yang rapi dan indah terkesan menyenangkan dan seni. Keindahan sekolah harus diciptkan dan dijaga terus menerus oleh warga sekolah agar tidak sirna sehingga iklim sekolah selalu menjadi segar, tetap aktif dan menyenagkan .
14)  Sopan santun
Sopan santun adalah sikap dan perilaku sesuai dengan adapt istiadat atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat  dalam hubungannya dengan diri sendiri, keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan sekolah merupakan bentuk masyarakat tersendiri, berbeda dengan masyarakat yang berada diluar lingkungan sekolah.  Masyarakat lingkungan sekolah terdiri dari kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha dan peserta didik dengan interaksi social yang memiliki tujuan yang sangat jelas yakni belajar. 
Oleh karena itu masyarakat sekolah dapat dikatakan sebagai masyarakat belajar dengan penjenjangan tertentu, yang tidak ditemukan dalam masyarakat biasa. Kegiatan di sekolah berlangsung dalam satu pola yang sama, kegiatan berulang-ulang dan diatur dengan jadwal yang ketat Suasana kehidupan di sekolah perlu dibangun bersama-sama oleh warga sekolah sesuai fungsi dan kedudukan masing-masing. Kepala sekolah, pegawai tata usaha, guru dan peserta didik dapat memberikan sumbangan pembinaan kehidupan berbudi luhur melalui sikap dan perilakunya di sekolah.[7]

Menurut Fernanda Christy (2012) Lingkungan sekolah merupakan tempat dimana para siswa belajar dan bermain. Lingkungan sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar dan mengajar di sekolah.Menjaga kebersihan sekolah sebenarnya merupakan faktor utama agar para siswa dapat nyaman dalam belajar.
Lingkungan yang sehat merupakan lingkungan yang bebas dari sampah,polusi,dan segala macam penyakit karna jika lingkungan sekolah bersih, maka para siswapun akan senang bersekolah.Diantara dampak positif dari kebersihan lingkungan yaitu :
·         Terhindar dari berbagai macam penyakit
·         Tercipta suatu kenyamanan, keindahan, dan ketenangan.
·         Menambah kadar keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
·         Menjadikan kenyamanan dalam kegiatan belajar
·         Dapat berkonsentrasi dengan baik, dll.
Begitupun dengan sebaliknya, jika lingkungan kotor para siswa akan merasa terganggu dan tidak nyaman.Adapun dampak negatif dari lingkungan sekolah yang kotor diantaranya :
·         Memudahkan terserang berbagai macam penyakit
·         Terciptanya suatu ketidaknyamanan dalam melaksanakan berbagai aktifitas di sekolah
·         Mengganggu konsentrasi dalam belajar dan bekerja
·         Rusaknya ekosistem
            Oleh karna itu, marilah menjaga kebersihan sekolah bersama agar sekolahpun dapat terhindar dari berbagai macam polusi dan kotoran.[8]

D.    Penerapan dalam pendidikan tentang lingkungan sekolah yang kondusif
Segala upaya yang dilakukan guru untuk meningkatkan kualitas pendidikan sudah cukup banyak hasilnya, hal ini merupakan salah satu bentuk kesadaran yang dimiliki oleh guru dalam menjawab permasalahan yang selama ini menjadi pokok pembicaraan. Cara meningkatkan kualitas tersebut bsalah satunya juga dengan menjaga dan menata manajemen tata lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah yang aman dan tertib adalah lingkungan yang dapat memberikan susana sekolah yang efektivitasnya tinggi. Oleh sebab itu, peranan kepemimpinan kepala sekolah yang kuat sangat diperlukan. Sekolah yang mana adalah sekolah yang mampu memberikan rasa aman bagi warga sekolah. Untuk menciptakan rasa aman tersebut, maka konstruksinya harus kuat, sesuai standar yang berlaku; bentuknya indah, sirkulasi udara dan cahaya aman terhadap kesehatan, ukuran perabot dan perletakannya aman terhadap kesehatan. Sekolah memiliki alat pemadam kebakaran, penjaga sekolah, pagar keliling, jauh dari tempat maksiat dan tempat-tempat yang dapat menimbulkan rasa tidak aman. Sekolah yang tertib adalah sekolah yang menerapkan peraturan tanpa pandang bulu, mampu menciptakan disiplin warga sekolah dengan baik.[9]
Lingkungan pendidikan yang kondusif merupakan lingkungan yang dapat membangkitkan semangat belajar dan menjadi faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses belajar. Untuk menciptakan lingkungan yang kondusif harus ditunjang oleh berbagai fasilitas belajar yang menyenangkan dengan pengaturan ruang belajar, sarana belajar, susunan tempat duduk, pemanasan sebelum masuk ke materi yang akan dipelajari, serta sikap dan hubungan yang harmonis antara pendidik dan peserta didik dan lain-lain.
Lingkungan yang kondusif dapat dikembangkan melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut:
1)      Memberikan pilihan bagi siswa yang lambat maupun yang cepat dalam melakukan tugas pembelajaran.
2)      Memberikan pembelajaran remidial bagi peserta didik yang kurang berprestasi.
3)      Memberikan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman dan aman bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal.
4)      Menciptakan kerjasama saling menghargai, baik antara peserta didik maupun antara peserta didik dengan guru dan pengelola pembelajaran lain.
5)      Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran.
6)      Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggungjawab bersama antara peserta didik dan guru, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator dan sebagai sumber belajar.
7)      Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan pada evaluasi diri sendiri (self evaluation).[10]



BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Segala upaya yang dilakukan guru untuk meningkatkan kualitas pendidikan sudah cukup banyak hasilnya, hal ini merupakan salah satu bentuk kesadaran yang dimiliki oleh guru dalam menjawab permasalahan yang selama ini menjadi pokok pembicaraan. Cara meningkatkan kualitas tersebut bsalah satunya juga dengan menjaga dan menata manajemen tata lingkungan sekolah
Menciptakan suasana sekolah yang kondusif dengan :(1) Keimanan (2) Ketaqwaan (3) Kejujuran (4) Keteladanan (5) Suasana Demokratis (6) Kepedulian (7) Keterbukaan (8) Kebersamaan (9) Keamanan (10) Ketertiban (11) Kebersihan (12) Kesehatan (13) Keindahan (14) Sopan santun







[2] Hamza b. uno. Landasan pendidikan. (Jakarta : PT Bumi Aksara. 2016)  Hal 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar