Rabu, 08 November 2017

PENGARUH KECERDASAN NATURAL DAN SPASIAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK

BAB I
Pendahuluan
A.    Latar belakang
Potensi sumberdaya manusia merupakan asset nasional sekaligus modal dasas pembangunan bangsa. Potensi hanya dapat digali dan dikembangkan serta di pupuk secara efektif melalui strategi pendidikan dan pembelajaran yang terarah dan terpadu, yang di kelola secara serasi dan seimbang dengan memeperhatikan pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan optimal. Karena itu, strategi manajemen pendidikan perlu secara khusus memperhatikan pengembangan potensi peserta didik  yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa (unggul), yaitu dengan cara penyelenggaraan program pembelajaran yang mampu mengembangkan keunggulan-keunggulan tersebut, baik keunggulan dalam hal potensi intelektual maupun bakay khusus yang bersifat keterampilan (gifted and talented).
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis yang meliputi perkembangan intelektual, bahasa, motorik dan sosio emosional. Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak Usia Dini pembiasaan, keteladanan, dan pembelajaran. We know nothing kita tidak tahu apa apa, berarti kita harus memulai dari nol dan mencoba mencari tahu apa yang kita tidak .
Bahan–bahan main yang terpilih, membangun interaksi dengan anak dan. membuat rencana kegiatan main untuk anak. Proses pembelajaran anak usia. dini dilakukan melalui sentra atau area main. Sentra atau area tersebut bisa Inilah yang menurut kami, upaya penerapan Pembelajaran Multiple-Intelligences dengan Strategi Optimalisasi dengan Batasan.
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar orang berbicara mengenai intelegensi sebagai faktor yang menentukan berhasil tidaknya siswa di sekolah. Pengetahuan mengenai kemampuan intelektual atau intelegensi siswa akan membantu pengajar menenetukan apakah siswa mampu mengikuti pelajaran yang diberikan serta meramalkan keberhasilan atau gagalnya siswa yang berangkutan bila telah mengikuti pengajaran yang diberikan. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa prestasi siswa tidak semata-mata ditentukan oleh tingkatan kemampuan intelektualnya.
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran masalah intelegensi merupakan salah satu masalah pokok, karenanya tidak mengherankan kalau masalah tersebut banyak dikupas orang baik secara khusus maupun secara sambil lalu dalam pertautan dengan perkupasan yang lain. Tentang peranan intelegensi didalam proses pendidikan ada yang menganggap demikian pentingnya sehingga di pandang menentukan dalam berhasil atau tidaknya seseorang dalam hal belajar, sedang pada sisi lain ada juga yang menganggap bahwa intelegensi merupakan tidak lebih mempengaruhi soal tersebut.
kecerdasan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan sukses dan gagalnya Peserta didik belajar di sekolah. Peserta didik mempunyai taraf kecerdasan rendah atau dibawah normal sukar untuk di harapkan memperoleh prestasi yang tinggi. Tetapi tidak ada jaminan dengan taraf kecerdasan tinggi seseorang secara otomatis dia akan sukses belajar di sekolah.
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana definisi pengaruh kecerdasan natural dan spasial dalam pembentukan karakter anak?
2.      Bagaimana teori para ahli pengaruh kecerdasan natural dan spasial dalam pembentukan karakter anak?
3.      Bagaimana dampak positif dan negative pengaruh kecerdasan natural dan spasial dalam pembentukan karakter anak?
4.      Bagaimana cara pengaplikasian di sekolah pengaruh kecerdasan natural dan spasial dalam pembentukan karakter anak?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi pengaruh kecerdasan natural dan spasial dalam pembentukan karakter anak.
2.      Untuk mengetahui teori para ahli pengaruh kecerdasan natural dan spasial dalam pembentukan karakter anak.
3.      Untuk mengetahui dampak positif dan negative pengaruh kecerdasan natural dan spasial dalam pembentukan karakter anak
4.      Untuk mengetahui cara mengaplikasian di sekolah pengaruh kecerdasan natural dan spasial dalam pembentukan karakter anak



BAB II
Pembasan
A.    definisi pengaruh kecerdasan natural dan spasial dalam pembentukan karakter anak.
1.      Kecerdasan spasial
Menurut  Muchlisin Riadi (2013)  Kecerdasan visual dan spasial adalah kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual dan spasial secara akurat (cermat). Visual artinya gambar, spasial yaitu hal-hal yang berkenaan dengan ruang atau tempat. Kecerdasan ini melibatkan kesadaran akan warna, garis, bentuk, ruang, ukuran dan juga hubungan di antara elemen – elemen tersebut. Kecerdasan ini juga melibatkan kemampuan untuk melihat obyek dari berbagai sudut pandang. Kecerdasan visuap – spasial merupakan kecerdasan para arsitek, fotografer, artis, pilot, dan insinyur mesin.[1]
Menurut Hamza b. uno (2010:13) Kecerdasan spasial adalah memuat kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Peserta didik ini memeiliki kemampuan, misalnya untuk menciptakan imajenasi bentuk dalam  pikiranya atau kemampuan untuk menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi seperti di jumpai pada orang dewasa yang menjadi pemahat patung atau arsitek suatu bangunan. Kemampuan membayangkan suatu bentuk nyata kemudian memecahkan berbagai masalah sehubungan dengan kemampuan ini adalah hal yang menonjol pada jenis kecerdasan visual-spasial. Peserta didik yang demikian akan unggul, misalnya dalam permainan mencari jejak pada suatu kegiatan dalam kepramukaan.[2]
Menurut Risa dea (2016) Kemampuan spasial merupakan bagian dari intelegensi. Dalam kemampuan spasial dikenalkan dengan berbagai hubungan dalam bentuk gambar.Piaget & Inhelder (1971)menyebut kanbahwa kemampuan spasialsebagai konsep abstrak yang di dalamnya meliputi hubungan spasial (kemampuan untuk mengamati hubungan posisi objek dalam ruang), kerangkaacuan (tanda yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan posisi objek dalam ruang), hubungan proyektif (kemampuan untuk melihat objek dariberbagai sudut pandang), konservasi jarak (kemampuan untuk memperkirakan jarak antara dua titik), representasi spasial (kemampuan untuk merepresentasikan hubungan spasial dengan memanipulasi secara kognitif), rotasi mental (membayangkan perputaran objek dalam ruang). McGee (dalamTurgut& Yilmas2012) mengatakan bahwa kemampuan spasial meliputi orientasi keruangan dan visualisasi keruangan. Carroll (dalam Yilmas 2009)  mengemukakan dalam mendeteksi kemampuan spasial ada lima cluster yaitu: Visualization (Vz), Spatial Relations (SR), Closure Speed (CS),  Flexibility of Closure (CF), dan  Perceptual Speed  (P)
Suparyan (2007) menjelas kanlima elemen dari kemampuan spasial sebagai berikut:
a.       Persepsi Keruangan (Spatial Perception)
Persepsi keruangan merupakan kemampuan mengamati suatu bangunruang atau bagian-bagian bangun ruang yang diletakkan posisi horizontalatau vertikal. Proses mental persepsi keruangan tersebut adalah statis artinyahubungan antara subjek dan objek berubah, sedangkan hubungan keruanganantara objek-objek tidak berubah.Contohyang membutuhkan letak vertikaladalah ketika seseorang ingin meletakkan suatu frame di dinding, diameminta orang lain untuk memegang tali pada salah satu ujungnya agar talilurus secara vertikal, dan dia mengamati agar dapat meletakkan framesecara benar. Sementara untuk kemampuan yang membutuhkan letak horizontal adalah ketika ada beberapa ember yang berbentuk tabung berisiair setengahnya dalam posisi tegakdan posisi miringyang diberi bendera,bidang permukaan airnya tetap dalam posisi horizontal.


Gambar 1. Contoh Persepsi Keruangan
b.      Visualisasi Keruangan (Spatial Visualization)
Visualisasi keruangan sebagai kemampuan untuk membayangkan ataumemberikan gambaran tentang suatu bentuk bangun ruang yang bagianbagiannya terdapat perubahan atau perpindahan. Jika bangun datar maka dikenal adanyalipatan dan bukan lipatan ( folded and unfolded). Prosesmental tipe ini adalah dinamis, artinya hubungan keruangan antara objek dengan objek dapat berubah.Contohnyaadalah dengan membandingkansuatu bangun ruang dengan jaring-jaringnya.


Gambar 2.Contoh Visualisasi Keruangan
c.       Visualisasi Keruanganc. Rotasi Pikiran (Mental Rotation)
Rotasi pikiranmencakup kemampuan merotasikan suatu bangunruang secara cepat dan tepat. Kemampuan ini sekarang semakin pentingkarena banyak orang bekerja dengan software grafis yang berbeda-beda. Proses mental tipe ini adalah dinamis. Contohnya adalah bangun datar dirotasikan180 sehingga akan tampak dalamposisi yang berbeda.


Gambar 3. Contoh untuk Rotasi Pikirand.
d.      Relasi Keruangan(Spatial Relations)
Relasi keruangan berarti kemampuan untuk mengerti wujudkeruangan dari suatu benda atau bagian dari benda dan hubungannya antarabagian yang satu dengan yang lain. Misalnya seseorang harus dapatmengenal identitas suatu benda yang ditunjukkan dengan posisi yangberbeda. Proses mental dari relasi keruangan ini adalah statis.Contohnyaadalahsebuah kubus yang sisi-sisinya diberi tanda dan kemudianapakahgambar-gambarkubus itu mewakili kubus yang ditentukan


Gambar 4.Contoh Relasi Keruangan
e.       Orientasi Keruangan(Spatial Orientation)
Orientasi keruangan adalah kemampuan untuk mencari pedomansendiri secara fisik atau mental di dalam ruang, atau berorientasi danseseorang di dalam situasi keruangan yang istimewa. Proses mental dari tipeini adalah dinamis. Contohnya adalah Suatu bangun ruang dilihat dari berbagai arah. Siswa dapat menggambarkan bangun ruang sesuai dengan yang nampak didepan, belakang, atas, samping kiri dan kanan. [3]


Gambar 5. Contoh Orientasi Keruangan
2.      Kecerdasan Naturalis
Menurut  Muchlisin Riadi (2013) Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali, membedakan, mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang di jumpai di alam maupun lingkungan. Intinya adalah kemampuan manusia untuk mengenali tanaman, hewan dan bagian lain dari alam semesta.[4]
Menurut Hamza b. Uno (2010) kecerdasan naturalis ialah kemampuan seseorang untuk peka terhadap linkungan alam misalnya, senang berada di lingkungan alam yang terbuka, seperti pantai, gunung, cagar alam, atau hutan. Peserta didik dengan kecerdasan seperti ini cenderung suka mengobservasi lingkungan alam, seperti aneka macam bebatun, jenis-jenis lapisan tanah, aneka macam flora dan fauna, benda-benda luar angkasa,  dan sebagainya.[5]
Menurut Yusri Zulkifli (2009) Kecerdasan Naturalis Memiliki ciri antara lain:
a)      suka dan akrab pada berbagai hewan peliharaan,
b)      sangat menikmati berjalan-jalan di alam terbuka,
c)      suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara binatang,
d)     menghabiskan waktu di dekat akuarium atau sistem kehidupan alam
e)      sukamembawa pulang serangga daun bunga atau benda alam lainnya,
f)       berprestasi dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan hidup.
Salah satunya adalah kecerdasan naturalis atau kecerdasan alam. Kecerdasan naturalis adalah kecerdas yang dimiliki oleh individu terhadap tumbuhan, hewan dan lingkungan alam sekitarnya. Individu yang memiliki kecerdasan naturalis yang tinggi akan mempunyai minat dan kecintaan yang tinggi terhadap tumbuhan, binatang dan alam semesta. Ia tidak akan sembarangan menebang pohon. Ia tidak akan sembarangan membunuh dan menyiksa binatang. Dan ia  juga akan cenderung menjaga lingkungan dimana ia berada. Ia akan menyayangi tumbuhan, binatang dan lingkungan sebagaimana ia menyayangidirinya sendiri. Inilah kecerdasan naturalis yang tinggi. Nah, orang-orang yang bersusah payah menanam kembali pohon di area yang gundul tanpa mengharapkan imbalan yang memadai itulah orang-orang yang mempunyai kecerdasan  naturalis yang tinggi. Sebaliknya, orang-orang yang dengan mudahnya merusak lingkungan, menyiksa dan membunuh binatang serta menebang tumbuhan secara sembarangan itulah orang-orang yang mempunyai kecerdasan naturalis yang rendah.
Kecerdasan naturalis perlu diajarkan dan ditanamkan sejak anak usia dini, yaitu antara 0-6 tahun sesuai dengan teori perkembangan otak. Pada saat Ini efektifitasnya sangat tinggi artinya pada saat usia ini internalisasi nilai-nilai naturalis akan sangat efektif diserap dan diterapkan oleh anak-anak. Diatas usiaini efektifitasnya diprediksi berkurang dan semakin kurang efektif sejalan dengan bertambahnya usia anak tersebut.[6]

B.     teori para ahli pengaruh kecerdasan natural dan spasial dalam pembentukan karakter anak

1.      Kecerdasan spasial
Menurut Risa Dea (2016) teori para ahli tentang kecerdasan spasial
Gardner (1983 : 173) mengungkapkan bahwa kemampuan spasial adalah suatu kemampuan untuk menangkap ataupun memebayangkan dunia ruang secara akurat, serta mampu melakukan perubahan melalui penglihatan dan menciptakan bayangan dari benda Senada dengan. Gardner Armstrong (2009:7) menyebutkan bahwa kemampuan spasial adalah kemampuan untuk melihat dunia visual-spasial secara akurat dan kemampuan untuk melakukan perubahan dengan penglihatan atau membayangkan. Kemampuan ini berkaitan dengan warna, garis, bangun, bentuk, ruang, serta hubungannya. Hal ini termasuk kemampuan untuk membayangkan, menggambarkan ide visual-spasial dan menjelaskan secara akurat susunan keruangan. Gardner(1983) mengelompokkan kemampuan spasial ke dalam tiga kelompok umum yaitu:
1.      Kemampuan melihat dan membayangkan bentuk dari benda
2.      Kemampuan melihat serta menciptakan perbedaan, keseimbangan dan komposisi dalam tayangan visual/ruang
3.      Kemampuan menciptakan gambaran-gambaran visual ruang dari dunia dan mentransfer semua gambaran-gambaran itu secara abstrak.
Pendapat lain yang diungkapkan Velez, Deborah dan Marilyn mengelompokkan kemampuan spasial menjadi lima kelompok yaitu:
1.      Orientasi spasial adalah kemampuan menduga secara akurat perubahan orientasi suatu obyek,
2.      Memori lokasi spasial adalah kemampuan untuk mengingat posisi obyek dalam suatu urutan,
3.      Visualisasi spasial adalah kemampuan mengenal dan menghitung perubahan orientasi pada suatu adegan.
4.      Disembedding adalah kemampuan untuk menemukan suatu obyek sederhana yang diletakkan dalam gambar yang lebih rumit,
5.      Persepsi spasial adalah kemampuan menemukan arah horizontal dan vertikal yang paling lazim dalam suatu keadaan yang polanya dialihkan.
Hoerret. Al (2010: 200) menyebutkan bahwa kemampuan spasial dapat dikembangkan dengan cara mengintegrasikan kemampuan spasial terhadap kurikulum disekolah yang berlaku dalam kegiatan belajar dan mengajar. Sehingga selama anak bersekolah keampuan ini dapat dipelihara, dikembangkan dan ditingkatkan. Gardner menambahkan bahwa kemampuan spasial dapat dikembangkan dengan cara memberikan anak kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya dan pikirannya dengan memberinya permasalahan yang dapat diselesaikan dengan caranya sendiri baik dengan cara yang sudah biasa dilakukan ataupun dengan cara modern.[7]

2.      Kecedasan natural
Menurut Yusri Zulkifli (2009) teori para ahli tentang kecerdasan natural yaitu:
Menurut Sternberg dalam McNerney D.M. (1998:49-50) inteligensi/kecerdasan ialah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya. Lebih lanjut Sternberg menyatakan bahwa inteligensi mencakup kemampuan manusia akantiga komponen, yaitu:
1)      Inteligensi komponensial, yaitu kemampuan untuk berpikir, merencanakan dan memonitor proses kognitif
2)      Inteligensi eksperensial, yaitu kemampuan untuk memformulasikan ide-ide baru dalam memecahkan masalah,dan 
3)      Inteligensi kontekstual, yaitu kemampuan untuk beradaptasi dalam menanggapi suatu peluang atau kesempatan secara optimis.
Dalam perkembangan konsep inteligensi terjadi perubahan dari konseptunggal sampai dengan inteligensi majemuk. Kecerdasan/inteligensi majemuk (multiple intelligence) dikembangkan oleh Gardner yang pada awalnya menyatakan bahwa inteligensi manusia memiliki tujuh dimensi yang semiotonom, yaitu:
1)      linguistik,
2)      musik,
3)      matematik logis,
4)      visual spasial
5)      kinestetik fisik,
6)      sosial interpersonal dan
7)      intrapersonal.
Kecerdasan majemuk menurut Gardner lebih bersifat manusiawi dan lebih dapat dipercaya karena teori ini lebih mencerminkan secara memadai tingkah laku kecerdasan manusia. (Gardner H 1993 : 13-15)
Menurut De Porter dkk., (2002: 96-100) seseorang yang memiliki kecerdasan naturalis tinggi selalu berpikir dalam acuan alam. Hal ini dapat dilihat dari kemampuannya melihat hubungan dan pola dalam dunia alamiah, mengidentifikasi dan berinteraksi dengan proses alam. Pendapat di atas didukung oleh Amstrong T. (2002:26) yang menyatakan bahwa anak-anak yang kompeten dalam kecerdasan naturalis merupakan pencinta alam. Anak-anak ini lebih suka mengumpulkan bebatuan atau bunga daripada terkurung di sekolah atau rumah mengerjakan tugas menulisnya. Jika diberi tugas sekolah yang melibatkan bunga-bungaan atau tanaman juga hewan, anak-anak ini akan termotivasi dengan lebih baik.[8]
C.     dampak positif dan negative pengaruh kecerdasan natural dan spasial dalam pembentukan karakter anak
1.      Kecerdasan spasial
Menurut Siti Marliah Tambunan (2016)(dalam Hamza B. Uno google scholar)  Kognisi sebagai salah satu aspek dalam diri manusia berfungsi pada adaptasi seseorang terhadap lingkungan yaitu bagaimana seseorang mengatasi lingkungan serta mengorganisasikan pikiran dan tindakannya. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2005) adaptasi tersebut melibatkan asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses pengambil-alihan informasi baru dan menyesuaikannya dengan konsep yang ada pada dirinya. Akomodasi adalah proses dimana seseorang menyesuaikan yang ada pada dirinya sebagai akibat dari informasi baru agar sesuai dengan pengalaman baru. Selanjutnya Piaget menambahkan bahwa kognisi adalah hasil interaksi yang berkesinambungan antara seseorang dengan lingkungannya. Kemampuan spasial merupakan salah satu aspek dari kognisi. Kemampuan spasial merupakan konsep abstrak yang meliputi persepsi spasial yang melibatkan hubungan spasial termasuk orientasi sampai pada kemampuan yang rumit yang melibatkan manipulasi serta rotasi mental. Dalam kemampuan spasial diperlukan adanya pemahaman kirikanan, pemahaman perspektif, bentuk-bentuk geometris, menghubungkan konsep spasial dengan angka dan kemampuan dalam transformasi mental dari bayangan visual. Pemahaman tersebut juga diperlukan dalam belajar matematika. Pada anak usia sekolah kemampuan spasial ini sangat penting karena kemampuan spasial erat hubungannya dengan aspek kognitif secara umum. Penelitian menunjukkan bahwa pemahaman pengetahuan spasial dapat mempengaruhi kinerja yang berhubungan dengan tugas-tugas akademik erutama matematika, membaca dan IPA Studi dari Guay & McDaniel (1977) dan Bishop (1980) menemukan bahwa kemampuan spasial mempunyai
hubungan positif dengan matematika pada anak usia sekolah. Studi dari Shermann (1980) juga menemukan bahwa matematika dan berpikir spasial mempunyai korelasi yang positif pada anak usia sekolah, baik pada kemampuan spasial taraf rendah maupun taraf tinggi. McGee (1979) menemukan bahwa perbedaan dalam memecahkan soal-soal matematika antara anak laki-laki dan anak perempuan disebabkan oleh perbedaan dalam kemampuan spasial mereka. Kemampuan spasial anak laki-laki lebih baik daripada anak perempuan. Penelitian lain menemukan bahwa tidak adanya hubungan antara kemampuan spasial dengan matematika (Lean & Clemens, 1982).
Dari pengalaman penulis dalam menangani anak usia sekolah yang mengalami penurunan prestasi di sekolah, mereka mengeluhkan sulitnya memahami pelajaran matematika dan sebagian besar dari mereka memperoleh nilai matematika yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai mata pelajaran lainnya. Selain itu, berdasarkan pengalaman penulis khususnya dalam pemeriksaan psikologis terhadap anak-anak usia sekolah yang mengalami masalah kesulitan membaca dan kesulitan matematika, nampaknya factor kemampuan spasial kurang diperhitungkan sebagai kemungkinan salah satu faktor penyebab. Berdasarkan uraian di atas menjadi pertanyaan apakah kemampuan spasial turut berperan terhadap rendahnya nilai matematika . Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kemampuan spasial dengan prestasi belajar matematika pada anak usia sekolah?
Salah satu aspek dari kognisi adalah kemampuan spasial. Piaget & Inhelder (1971) menyebutkan bahwa kemampuan spasial sebagai konsep abstrak yang di dalamnya meliputi hubungan spasial (kemampuan untuk mengamati hubungan posisi objek dalam ruang), kerangka acuan (tanda yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan posisi objek dalam ruang), hubungan proyektif (kemampuan untuk melihat objek dari berbagai sudut pandang), konservasi jarak (kemampuan untuk memperkirakan jarak antara dua titik), representasi spasial (kemampuan untuk merepresentasikan hubungan spasial dengan memanipulasi secara kognitif), rotasi mental (membayangkan perputaran objek dalam ruang).
Kemampuan spasial diperoleh anak secara bertahap, dimulai dari pengenalan objek melalui persepsi dan aktivitas anak di lingkungannya. Pada awalnya, kemampuan spasial anak belum menunjukkan pengetahuan konseptual dari hubungan spasial. Dalam menentukan letak posisi objek dan orientasi dalam ruang, anak masih menggunakan patokan diri. Dengan bertambahnya usia, patokan tersebut berkembang menjadi patokan orang dan patokan objek. Mulai dari orientasi yang sifatnya egosentris yaitu menekankan pada dirinya sebagai patokan dalam melihat hubungan spasial, arah kiri-kanan dari dirinya, berkembang menjadi kerangka acuan objek pada salib sumbu pasangan titik yaitu salib sumbu utara-selatan dan timur barat.
Menurut Piaget & Inhelder (1971) kemampuan spasial yang merupakan aspek dari kognisi berkembang sejalan dengan perkembangan kognitif yaitu konsep spasial pada tahapan sensori-motor, konsep spasial pada tahapan pra-operasional, konsep spasial pada tahapan konkret-operasional dan konsep spasial pada tahapan formal-operasional. Kemampuan spasial ini diperoleh anak melalui alur perkembangan berdasarkan hubungan spasial topologi, proyektif dan euclidis. Pada hubungan spasial topologi anak mengerti spasial dalam hubungannya dengan relasi topologi yaitu “di samping” atau “di depan”. Dalam mengorganisasikan dan membangun bagian gambar atau pola masih didasarkan pada hubungan yang bersifat proksimitas, keterpisahan, urutan, ketertutupan dan kontinuitas. Objek atau gambar masih dilihat dalam isolasi, tidak dihubungkan dengan objek lain. Hubungan spasial semacam ini adalah bersifat hubungan satu-satu atau hubungan berkesinambungan. Penekanan hubungan spasial topologi adalah pada suatu kenyataan yang berkaitan atau keberikatan. Pada tahapan topologi, anak mulai mampu merepresentasikan spasial untuk dirinya dan patokan yang digunakan untuk menetukan posisi objek adalah dirinya. Tahapan proyektif dan tahapan euclidis berkembang pararel pada saat anak memasuki tahapan konkret-operasional.Anak mulai dapat melihat objek dari berbagai sudut pandang. Lambat laun, anak memahami bahwa perspektif merupakan suatu system yang terintegrasi dan saling berkaitan secara logis, yaitu kanan menjadi kiri bila dilihat dari arah yang berlawanan. Secara pararel tahapan proyektif dan euclidis dicapai bila anak sudah dapat melihat objek dengan mempertimbangkan hubungan terhadap sudut pandang. Pada saat ini anak mencapai apa yang disebut dengan kerangka acuan. Kerangka acuan adalah kemampuan yang berhubungan dengan orientasi, lokasi dan perpindahan objek dalam ruang. Piaget & Inhelder (1971) mencirikan kerangka acuan sebagai organisasi yang simultan dari segala posisi dalam tiga dimensi, dimana poros dalam kerangka acuan menjadi objek atau posisi yang tidak berubah yang disebabkan oleh perubahan dalam sistem. Spasial proyektif meliputi kemampuan untuk berespon saling koordinasi objek yang terpisah dalam ruang. Spasial euclidis menunjukkan kriteria ukuran dan jarak antara objek dan letak lokasi. Hubungan spasial diterapkan pada tiga dimensi yaitu kiri-kanan, atas-bawah dan depan belakang.
Menurut Hamley (dalam McGee, 1979) kemampuan matematika adalah gabungan dari inteligensi umum, pembayangan visual, kemampuan untuk mengamati angka, konfigurasi spasial dan menyimpan konfigurasi sebagai pola mental. Dalam kemampuan spasial diperlukan adanya pemahaman kiri-kanan, pemahaman perspektif, bentuk-bentuk geometris, menghubungkan konsep spasial dengan angka, kemampuan dalam mentransformasi mental dari bayangan visual. Faktorfaktor tersebut juga diperlukan dalam belajar matematika. Peranan kemampuan spasial terhadap matematika disokong beberapa studi validitas. Hills (dalam McGee, 1979) meneliti hubungan antara berbagai tes kemampuan spasial yang melibatkan visualisasi dan orientasi dari Guiford dan Zimmerman dengan nilai matematika Ditemukan ada korelasi yang tinggi antara kemampuan spasial dengan nilai matematika, bila dibandingkan dengan tes verbal dan penalaran. Demikian pula studi yang dilakukan oleh Bishop (1980), Benbow dan McGuinness (dalam Geary, 1996) menemukan adanya hubungan antara pemecahan masalah matematika dengan kemampuan visuospasial. Dalam mempelajari peran kemampuan spasial terhadap prestasi belajar matematika, Smith (1980) menyimpulkan bahwa antara kemampuan spasial dengan konsep matematika taraf tinggi terdapat hubungan yang positif, tetapi kurang mempunyai hubungan dengan perolehan konsep-konsep matematika taraf rendah seperti hitungan. Studi dari Sherman (1980) terhadap anak usia sekolah, menemukan adanya hubungan yang posif antara prestasi belajar matematika dan kemampuan spasial. Penggunaan contoh spasial seperti membuat bagan, dapat membantu anak menguasai konsep matematika. Metode pengajaran matematika yang memasukkan berpikir spasial seperti bentuk-bentuk geometris, mainan (puzzle) yang menghubungkan konsep spasial dengan angka, menggunakan tugas-tugas spasial dapat membantu terhadap pemecahan masalah dalam matematika (Newman, dalam Elliot, 1987). Demikian pula pengertian terhadap konsep pembagian, proporsi tergantung dari pengalaman spasial yang mendahuluinya (Clements, dalam Eliot, 1987)[9]
2.      Kecedasan natural
Menurut Suhirman (2012) (dalam Hamza B. Uno google scholar) Untuk kelangsungan kehidupannya manusia sangat tergantung pada lingkungan dalam mendapatkan sumber daya alam, sehingga kebutuhan manusia akan sumber daya alam akan semakin besar seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, akibatnya kualitas lingkungan semakin menurun. Fakta penurunan kualitas lingkungan terjadi di NTB dengan meningkatnya kasus pencemaran lingkungan yang meliputi pencemaran air, tanah dan udara. Beberapa kasus yang terjadi yakni adanya pencemaran limbah domestik di beberapa sungai di Mataram seperti sungai Jangkuk, sungai Ancar, dan sungai Meninting yang sudah mulai melewati ambang batas.
Bukan hanya masalah pencemaran, masalah banjir yang sering melanda wilayah Kota Mataram merupakan masalah lokal yang dikarenakan menurunnya daya dukung lingkungan pada daerah resapan, sehingga run off terakumulasi menjadi banjir yang melanda wilayah Kota Mataram dan sekitarnya. Hal ini jelas mengakibatkan kerugian secara materil dan mengorbankan jiwa manusia.
Dampak lain dari banjir adalah timbunan sampah dan lumpur yang menimbulkan berbagai masalah sanitasi lingkungan dan penyakit menular. Kasus lain yang sekarang sedang melanda wilayah Kota Mataram adalah konversi lahan pertanian menjadi pertokoan dan perumahan yang mengakibatkan daerah-daerah resapan air menjadi semakin sempit.
Ditinjau dari penyebab kerusakan lingkungan, maka sebagai langkah preventif, upaya yang harus diakukan adalah dengan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Perlu dilakukan pembinaan konseptual dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Pembinaan ini dapat dilakukan melalui penanaman dan pemberian materi tentang lingkungan hidup pada pendidikan formal, terutama pada tingkat Sekolah Menengah.
Materi tentang pendidikan lingkungan hidup selama ini di sekolah-sekolah formal seperti di SMP belum secara optimal dilaksanakan. Padahal sekolah merupakan wadah yang sangat potensial dalam membentuk karakter manusia agar memiliki wawasan lingkungan yang memadai. Pentingnya implementasi pendidikan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari menggungah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk menerapkan Green School sebagai muatan lokal di beberapa SMP yang ada di wilayah Provinsi NTB.
Rendahnya pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap lingkungan hidup menyebabkan kesadaran dan kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup juga rendah. Di samping itu guru tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang lingkungan hidup. Melalui pendidikan di sekolah semestinya tindakan-tindakan dan sikap positif terhadap lingkungan hidup telah ditanamkan.
Jika dikaji dari muatan mata pelajaran, maka IPA (Fisika, Kimia dan Biologi merupakan mata pelajaran yang sarat akan pengetahuan yang dapat menanamkan sikap positif terhadap lingkungan. Namun kenyataannya, meskipun mata pelajaran IPA diberikan sejak anak usia sekolah dasar, namun tidak mampu membekali peserta didik dengan pengetahuan dan sikap yang positif terhadap lingkungan.
Dari hasil wawancara ditemukan bahwa pengetahuan pendidikan lingkungan hidup guru-guru di SMPN 1 Mataram masih sangat rendah. Pengetahuan lingkungan hidup yang dimaksudkan adalah konsep-konsep ekologi, perencanaan kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode dan media serta evaluasinya. Hal ini dapat dilihat dari minimnya guru-guru dalam mengikuti pelatihan dan pendalaman materi tentang PLH. Disamping itu buku-buku penunjang dan alat-alat peraga juga sangat sedikit. Di lain pihak, tidak ada upaya yang maksimal untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman melalui berbagai sumber, seperti buku, jurnal, melalui e-elektronik (internet). Keadaan inilah yang mengakibatkan dalam perencanaan pembelajaran tentang lingkungan hidup guru cenderung menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pelajaran. Dengan metode ceramah siswa pasif mendengarkan penjelasan guru.
Permasalahan di atas disebabkan penerapan metode yang tidak efektif dalam mata pelajaran IPA di sekolah-sekolah, materi yang disampaikan di SMP lebih dominan tentang IPA tanpa mempertimbangkan materi lingkungan hidup. Orientasi pembelajaran IPA masih banyak tataran teori.
Berdasarkan uraian tersebut, melalui tulisan ini, penulis akan mencoba meneliti pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) dan kecerdasan naturalis siswa terhadap kemampuan memecahkan masalah lingkungan. Penelitian ini berorientasi pada metode eksperimen dengan mempertimbangkan salah satu karakteristik psikologi siswa yakni kecerdasan naturalis. Sedangkan metode pembelajaran yang akan diterapkan adalah pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan PLH monolitik PLH terintegrasi.
Pentingnya kecerdasan naturalis dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah lingkungan. Temuan lain dalam penelitian ini adalah kecerdasan naturalis siswa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan siswa memecahkan masalah lingkungan. Dalam memilih pendekatan perlu memahami dan mempertimbangkan kecerdasan naturalis siswa sebagai salah satu karakteristik siswa. Dimana siswa dengan kecerdasan naturalis yang tinggi menunjukkan kecakapan, kemampuan dan kemahiran dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi berbagai macam tumbuhan dan hewan yang terdapat dalam lingkungan. Di dalam dunia nyata, seorang naturalis memiliki kemahiran dalam berkebun, merawat tanaman yang indah, memelihara hewan serta memiliki perhatian yang lebih dalam tentang penyelamatan lingkungan.
Seorang naturalis biasanya telah memperlihatkan bakatnya sejak kecil, yang nantinya memiliki kecerdasan naturalis tinggi yang dicirikan dengan senang memelihara hewan, dapat mengenali dan memberi nama banyak jenis tanaman, mempunyai minat dan pengetahuan tentang bagaimana tubuh bekerja, dapat membaca tanda-tanda alam, seperti cuaca, mempunyai pemahaman dan minat pada isu-isu lingkungan global dan berpandangan bahwa pelestarian sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan merupakan keharusan.
Kecerdasan naturalis dapat dibina dan dikembangkan melalui jalur pendidikan formal, informal dan nonformal melalui mata pelajaran pendidikan lingkungan hidup maupun ilmu pengetahuan alam. Dimana mata pelajaran tersebut mengandung unsur pengetahuan, sikap dan komitmen serta tanggungjawab terhadap alam atau lingkungan selain itu kecerdasan naturalis dapat ditumbuhkambangkan melalui program sekolah yang disebut Adiwiyata (green school), dimana Provinsi Nusa Tenggara Barat saat ini mulai dicanangkan sebagai salah satu program daerah untuk menunjang Gerakan NTB Hijau sebagaimana dirumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah [RPJMD] 2009-2013. Atas dasar pertimbangan potensi sekolah dengan jumlah siswa dan atau warga sekolah serta  [10]



D.    pengaplikasian di sekolah pengaruh kecerdasan natural dan spasial dalam pembentukan karakter anak
1.      strategi pengejaran untuk kecerdasan spasial
Menurut Hamza B. Uno (2010: 137-140) lukisan guah prasejarah adalah bukti bahwa proses belajar telah lama memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Sayangnya di sekolah-sekolah masa kini gagasan mempersentasikan informasi kepada siswa, baik melalui model visual maupun auditoris kadang-kadang diterjemahkan menjadi tulisan di papan tulis, praktik yang bersifat linguistic. Kecerdasan spasial berkaitan dengan gambar, baik itu berupa pecitraan/gambar di benak kita, maupun gambar didunia eksternal : foto slide, film, gambar symbol grafis, bahasa ideografis, dan lin-lain. Berikut ini lima strategi pengajaran yang di rancang untuk mengaktifkan kecerdasan spasial siswa.
a.       Visualisasi
Salah satu cara termudah membantu siswa menerjemahkan buku atau materi pelajaran menjadi gambar dan pecitraan adalah meminta mereka memejamkn mata dan memebayangkan apa yang mereka pelajari. Salah satu penerapan strategi visualisasi adalah dengan menciptakan “papan tulis mental” (atau layar lebar/layar televisi) di benak siswa. Mereka kemudian dapat menggambarkan materi apapun yang harus mereka hafal di “papan tulis mental” tersebut: ejaan kata, rumus matematika, fakta sejarah  atau data lain. Ketika di minta mengingat kembali papan tulis mental mereka dan “melihat” data yang tertulis di sana.
Penerapan yang lebih terbuka dari trategi ini adalah dengan mengajak sisiwa memejam mata dan mem bayangkan apa yang baru saja mereka baca atau pelajari (sebuah cerita atau bab dalam diklat). Kemudian mereka dapat menggambarkan atau menceritakan pengalaman mereka. Guru juga dapat mengarahkan siswa melalui kegiatan “pembayangan terbimbing” yang lebih formal untuk memperkenalkan mereka pada konsep atau materi baru (misalnya, mengarahkan siswa dalam tour terbimbing membayangakn system peredaran darah ketika mempelajari anatomi). Siswa juga dapat mengalami pengalaman non spasial dalam kegiatan ini ( misalnya, pencitraan, kinestis, vebal, atau musical).
b.      Penggunaan warna
Siswa yang memiliki kecerdan spasial tinggi biasanya peka pada warna. Sayangnya, sekolah di penuhi ileh teks hitam putih, lembaran foto copy, lembar kerja dan kapur tulis. Namun, ada banyak cara yang kreatif memanfaatkan warna sebagai alat pembelajaran. Gunakan kapur berwarna, spidol, transparansi warna ketika menulis di depan kelas. Berikan kepada siswa pensil, pulpen dan kertas warna untuk mengerjakan tugas mereka. Siswa dapat menggunakan spidol berwarna untuk member kode warna materi yang mereka pelajari (misalnya, member warna merah pada semua poin kunci , warna hijau untuk data penunjang, dan warna orange untuk warna bagian lain yang kurang jelas). Gunakan warna untuk memberikan penekanan pada pola peraturan atau klasifikasi selama proses belajar mengajar (misalnya, member warna merah pada semua bunyi konsonan, str dalam sebuah pelajaran tentang fonem, dan menggunakan beberapa warna lainya untuk menandai tahap-tahap historis sejarah bangsa yunani). Akhirnya, siswa dapat menggunakan warna kesukaan mereka sebgai penghilang ster ketika menghadapi masalah-maslah yang sulit (misalnya untuk para siswa, jika menemukan kosakata persoalan, atau gagsan yang tidak dimpahami bayangaknlah warna kesukaan kalian, hal ini akan membantu kalian menemukan jawaban yang tepat atau bahkan menemukan sendiri penjelasanya).
c.       Metafora gambar
Metafora adalah penggunaan satu gagasan untuk merujuk pada gagasan lain, dan metafora gambar adalah pengekpresian suatu gagasan melalui pencitraan visual. Para ahli psikologis perkembanganmengatakan bahwa anak anak kecil adlah ahli metafora (lihat gardner, 1979). Sayangnay, kapasitas ini biasanya menghilang seiring bertambahny usia. Namun, para pendidik dapat menarik keluar bakat terpendam ini (untuk menggunakan metafora) dalam membantu siswa untuk menguasai materi yang baru. Nilai pendidkanmetafora ada pada penmbentukan hubungan antara yang sudah di ketahui siswa dan yang di ajarkan. Kemudian hubungangan gagasan tersebut dengan pencitraan visual tertentu. Buatlah sendiri metafora yang utuh (misalnay, seperti apa perkembangn nusantara sejak masa majapahit, masa penjajahan, hingga menjadi Indonesia jika dibandingakn dengan pertumbuhan ameba?), atau mintalah siswa membuat metafora mereka sendiri (misalnya “jika organ-organ utama tubuh kita adalah binatang, binatang apakah itu?”)
d.      Sketsa gagasan
Apabila membaca catatan pribadi tokoh-tokoh terkenal dalam sejarah, seperti Charles Darwin, Thomas A. Edison, dan Henry Ford, kita akan menemukan bahwa mereka mengunakan gagasan yang luar biasa. Guru harus membantu siswa dalam mengartikulasi pemahaman mereka tentang materi pelajaran. Strategi sketsa gagasan ini misalnya dengan meminta mengambarkan poin kuci, gagsan utama, tema sentral atau kosep dasar yang diajarkan. Agar cepat dan mudah sketsa ini tidak harus rapid an menyerupai kenyataannya.
e.       Symbol grafis
Salah satu strategi pengajaran paling tradisional adalah menulis di papan tulis. Strategi yang tidak banyak diguanakan lagi, terutama disekolah dasar adalah mengambar di papan tulis, padahal sebenarnya gambar sangat penting bagi proses pemahaman siswa bagi yang memiliki kecenderungan pada kecerdasan spasial. Karena itu, untuk melaksanakan strategi ini, anda hsrus melatih menggambar sekurang-kurangnya di beberapa bagian pelajaran, misalnya dengan menciptakan symbol grafis untuk konsep yang akn di pelajari. Lihat contoh berikut ini.
·         Mengilustrasikn tiga wujud benda dengan menggambar benda padat (tanda cek tebal), benda cair (tanda lengkung tipis), dan benda gas (titik-titik kecil)
·         Mengilustrasikan “akar kata” dengan membuat gambar akar kecil dibwah kata yang dimaksud di papan tulis.
·         Menggambar alur cerita novel atau peristiwa sejarah dan melengkapi alur tersebut tidak hanya dengan tanggal atau peristiwa-peristiwa tertentu.
·         Anda tidak harus pandai menggambar untuk dapat menggunakan strategi ini, symbol grafis yang tidak terlalu bagus suadah cukup untuk strategi ini. Jesedihan anda untuk menunjukan gambar yang tidak terlalu bagus tersebut dapat menjadi contih bagi siswa yang merasa malu memperlihatkan gambar mereka kepada siswa lain.[11]

2.      Srategi pengajaran untuk kecerdasan naturalis
Pada umumnya proses belajar mengajar di lakukan di gedung-gedung sekolah. Bagi siswa yang lebih efektif cara belajar melalui alam, kondisi tadi berarti memisahkanmereka dari sumber belajar yang paling penting. Ada dua solusi primer untuk dilemma ini. Pertama perlu meningkatkan kesempatan bagi siwa untuk belajar di lingkungan alam. Kedua, perlu menghadirkan alam dan dunianya kedunia kelas atau seekolah sehingga siswa memiliki kecenderungan pada kecerdasan naturalis., artinya siswa memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan kecerdasan naturalis mereka saat berada disekolah. Strategi-strategi berikut ini memanfaatkan satu atau kedua posisi tersebut.
a.       Jalan-jalan di alam terbuka
Fisikawan pemenang nobel Rihcard Fyman pernah menulis bahwa ia mulai merintis karirnya ketika berjalan-jaln di alam terbuka bersama ayahnya (lihat cerdas jenaka, Mizan 2002-Red), sifat ingin taunya terbentuk dari pernyataan yang dilontarkan oleh ayahnya selama berjalan-jaln itu (misalnya “binatang ap yang membuat lubang semacam itu”). Dengan cara yang sama guru dapat mempertimbangkan manfaat “jalan-jalan di hutan” (atau aspek-aspek alam apapun yang ada di lingkuangan sekolah)untuk menguatkan materi yang akan dipelajari di kelas. Sebenarnya semua mata pelajaran dapt diajarksn melalui jalan jaln di alam ini. Ilmu alam dan matematika tentu saja dapat di pelajari dengaan berbagai prinsip yang bekerja dalam pertumbuhan tanaman, cuaca  tanah dan binatang yang berlari-lari atau terbang kesana kemari. Jika anda mengajar sara atau sejarah yang melibatkan kingkungan akam (dan kebanyakan memang melibatkan lingkungan alam sekurang-kurangnya dibeberpa bbagian), anda dapat menggunakan strategi ini untuk berkonstruksi peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita atau periode sejarah tertentu. Katakanlah, “bayangkan dibawah pohon ini samsul bahri dan siti Nurbaya sering bertemu dalam kisah Siti Nurbaya karya Marah Rusli atau bayangkan padang rumput ini adalah tempat berlangsungny perang Diponegoro melawan pasukan Belanda”. Jalan-jaln di alam terbuka juga sangat cocok menjadi bentuk persiapan kegiatan menukis kreatif, menggambar atau kesenian.
b.      Melihat keluar jendela
Satu gambaran klasik siswa yang “kurang memerhatikan” pelajaran adalah anak yang duduk di meja sambil menatap keluar jendela, mungkin ia membayangkan apa yang dilakukannya saat ini. Mengapa mereka ingin melihat keluar jendela? Biasanya karena mereka melihat keluar lebih menari dari pada yang terjadi didalm kelas. Apabial benar demikan, mengapa kita tidak menggunakan kecenderungan “kehilangan minat pada tugas kelas”  ini sebagi strategi kelas yang positif? Dengan kata lain “melihat ke luar jendela” adalah teknik yang dapt digunakan para pengajar untuk memajukan kurikulum.
Contoh untuk model belajar ini, yakni dengan melatih kemampuan obserfasi ilmiah dengan cara mencatat perilaku binatang, (Jane Goodall, seorang naturalis) menelusuri kecintaanya pada binatang saat dia berusia lima tahun. Ia menunggu sekitar 5lima jam dikandang ayam hanya untuk melihat bagaiman ayam bertelur. Dalam hal ini siswa pun dapat mengamati dan mencatat berapa banyak makanan yang dapat dimakan seekor binatang dihubungkan dengan berat badanya.
c.       Ekostudi
Strategi terakhir ini menyiratksn kesimpulan pentingnya memiliki sikap hormat pada alm sekitar. Inilah gagasan initi di balik ekostudi. Strategi ini berarti bahwa apapun yang kita ajarkan, baik itu sejarah, amtematika, sasra, geografi, ilmu sosial, seni music, maupun mata pelajaran lain, kita mesti mempertimbangkan relevanisnya terhafap ekologi, lebih dari sekedar satu unit maat pelajaran atau topic yang terpisah dari bagian-bagian kurikulum yang lain, tetapi harus diintegrasiakn kedalam setiap pengajaran sekolah. Berikut ini adalah beberapa contoh:
·         Jika topic yang di ajarkan adalah pecahan atau persentase, guru meminta siswa menghitung presentase sepsis yang terancam punah sekarang disbanding dengan misalnyaspesis yang hidup lima puluh tahun yang lalu, atau presentase hutan tropis yang masih tersisah di Brazil kini dibandingkan dengan yang ada di atahun 1990.
·         Jika topok yang di ajarkan adalah bagaiman keputusan diolah di MPR, siswa dapat melihat dana actual yang di tujukan untuk persoalan ekologis yang lolos untuk setiap tahap pengesahan.
·         Jika guru dapat memilih karya sastra yang akan dibahas dikelas, drama karya  Ibsen An Enemy Of People drama ekologis yang jauh mendahului zamanya – dapat dibahas atau di mainkan oleh siswa.
Bagaimana siswa peduli pada kelangsungan bumi ini (siswa yang peka pada persoalan-persoalan ekologis), strategi semacam ini dapat membantu menarik mereka masuk kedalam kurikulum dan sekaligus merangsang semua siswa untuk pada semakin tipisnya sumber daya alam di bumi ini.[12]



BAB III
Penutup
Simpulan
      Kecerdasan visual dan spasial adalah kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual dan spasial secara akurat (cermat). Visual artinya gambar, spasial yaitu hal-hal yang berkenaan dengan ruang atau tempat.
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali, membedakan, mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang di jumpai di alam maupun lingkungan. Intinya adalah kemampuan manusia untuk mengenali tanaman, hewan dan bagian lain dari alam semesta,
strategi pengejaran untuk kecerdasan spasial terdiri dari (1) Visualisasi, (2) Penggunaan warna, (3) Metafora gambar (4) Sketsa gagasan (5) Symbol grafis
trategi pengejaran untuk kecerdasan natural (1) Jalan-jalan di alam terbuka, (2) Melihat keluar jendela (3) Ekostudi



[1] Muchlisin riadi 2013 (http://www.kajianpustaka.com/2013/09/pengertian-dan-jenis-jenis-kecerdasan.html) di akses pada tanggal 31 oktober 2017 pukul 22:35
[2] Hamza b. uno. Mengelola kecerdasan dalam pembelajaran.(Jakarta : PT Bumi Aksara. 2010)  13
[3] Risa dea 2016 ((https://www.scribd.com/doc/295701073/kecerdasan-spasial) di akses pada tanggal 31 aoktober 2017 pukul 23:15
[4] Muchlisin riadi 2013 (http://www.kajianpustaka.com/2013/09/pengertian-dan-jenis-jenis-kecerdasan.html) di akses pada tanggal 31 oktober 2017 pukul 22:35
[5] Hamza b. uno. Mengelola kecerdasan dalam pembelajaran.(Jakarta : PT Bumi Aksara. 2010)  14
[6] Yusri Zulkifli 2009 (https://www.scribd.com/doc/14249983/Paper-Kecerdasan-Natural) di akses pada tanggal 1 November 2017 pukul 00:04
[7] Risa Dea 2016 (https://www.scribd.com/doc/295701073/kecerdasan-spasial) di akses pada tanggal 31 aoktober 2017 pukul 23:15
[8] Yusri Zulkifli 2009 (https://www.scribd.com/doc/14249983/Paper-Kecerdasan-Natural) di akses pada tanggal 1 November 2017 pukul 00:04
[10] Hamza B. Uno (https://scholar.google.co.id/scholar?q=related:xYrrxAgY7-kJ:scholar.google.com/&hl=id&as_sdt=0,5) di akses pada tanggal 1 November 20017 pukul 16:3
[11] Hamza B. Uno. Mengelola kecerdasan dalam pembelajaran ( Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2010) hal 137-140
[12] Hamza B. Uno. Mengelola kecerdasan dalam pembelajaran ( Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2010) hal 155-157